Demonstrasi Terbesar di Indonesia yang menjadi catatan sangat penting dalam sejarah perkembangan tanah air
21.29
By
Charly Lubis
Demo.... Politik
0
comments
1. Demonstrasi TriTuRa (Tiga Tuntutan Rakyat)
Setelah Kejadian G 30 S PKI. Ini menjadi titik awal berakhirnya kekuasaan Presiden Soekarno dan dia dianggap mendukung PKI yg sempat berkuasa di percaturan politik Indonesia, padahal sesungguhnya Presiden Soekarno telah ditipu oleh pemimpin2 besar PKI.
Peristiwa tersebut telah menimbulkan kemarahan rakyat, keadaan politik dan keamanan di Indonesia menjadi kacau, keadaan perekonomian makin memburuk dimana inflasi mencapai 600% sedangkan upaya pemerintah melakukan devaluasi rupiah dan kenaikan menyebabkan timbulnya keresahan masyarakat. Rakyat menggelar aksi penyelesaian yang seadil-adilnya terhadap pelaku G30 S PKI hingga sampai dihukum mati.
Gerakan dari rakyat tersebut dipelopori oleh kesatuan aksi pemuda-pemuda, mahasiswa dan pelajar (KAPPI, KAMI, KAPI), kemudian muncul pula KABI (buruh), KASI (sarjana), KAWI (wanita), KAGI (guru) dan lain-lain. Kesatuan-kesatuan aksi tersebut dengan gigih menuntut penyelesaian politis yang terlibat G-30S/PKI, dan kemudian pada tanggal 26 Oktober 1965 membulatkan barisan mereka dalam satu front, yaitu Front Pancasila.
Setelah lahir barisan Front Pancasila, gelombang demonstrasi yang menuntut pembubaran PKI makin bertambah meluas. Situasi yang menjurus ke arah konflik politik makin bertambah panas oleh keadaan ekonomi yang semakin memburuk. Merasa tidak puas terhadap keadaan saat, membuat para pemuda dan mahasiswa mencetuskan Tri Tuntunan Hati Nurani Rakyat yang lebih dikenal dengan sebutan Tritura (Tri Tuntutan Rakyat).
Pada 12 Januari 1966 dipelopori oleh KAMI dan KAPPI, kesatuan-kesatuan aksi yang tergabung dalam Front Pancasila mendatangi DPR-GR mengajukan tiga buah tuntutan yaitu:
1. Pembubaran PKI,
2. Pembersihan kabinet dari unsur-unsur G30S PKI,
3. Penurunan harga/perbaikan ekonomi.
Untuk menenangkan rakyat Presiden Soekarno mengadakan perubahan Kabinet Dwikora menjadi Kabinet 100 Menteri, yang ternyata belum juga memuaskan hati rakyat karena di dalamnya masih bercokol tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa G30S PKI. Pada saat pelantikan Kabinet 100 Menteri pada tgl 24 Pebruari 1966, para mahasiswa, pelajar dan pemuda memenuhi jalan-jalan menuju Istana Merdeka.
Aksi itu dihadang oleh pasukan Cakrabirawa sehingga menyebabkan bentrok antara pasukan Cakrabirawa dengan para demonstran yang menyebabkan gugurnya mahasiswa Universitas Indonesia bernama Arief Rachman Hakim. Sebagai akibat dari aksi itu keesokan harinya yaitu pada tanggal 25 Februari 1966 berdasarkan keputusan Panglima Komando Ganyang Malaysia (Kogam) yaitu Presiden Soekarno sendiri, KAMI dibubarkan.
Insiden berdarah yang terjadi ternyata menyebabkan makin parahnya krisis kepemimpinan nasional. Keputusan membubarkan KAMI dibalas oleh mahasiswa Bandung dengan mengeluarkan “Ikrar Keadilan dan Kebenaran” yang memprotes pembubaran KAMI dan mengajak rakyat untuk meneruskan perjuangan. Perjuangan KAMI kemudian dilanjutkan dengan munculnya masa Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), krisis nasional makin tidak terkendalikan. Dalam pada itu mahasiswa membentuk Resimen Arief Rachman Hakim, melanjutkan aksi KAMI.
Protes terhadap pembubaran KAMI juga dilakukan oleh Front Pancasila, dan meminta kepada pemerintah agar meninjau kembali pembubaran KAMI. Dalam suasana yang demikian, pada 8 Maret 1966 para pelajar dan mahasiswa yang melakukan demonstrasi menyerbu dan mengobrak - abrik gedung Departemen Luar Negeri, selain itu mereka juga membakar kantor berita Republik Rakyat Cina (RRC), Hsin Hua. Aksi para demonstran tersebut menimbulkan kemarahan Presiden Soekarno.
Pada hari itu juga Presiden mengeluarkan perintah harian supaya agar seluruh komponen bangsa waspada terhadap usaha-usaha “membelokkan jalannya revolusi kita ke kanan”, dan supaya siap sedia untuk menghancurkan setiap usaha yang langsung maupun tidak langsung bertujuan merongrong kepemimpinan, kewibawaan, atau kebijakan Presiden, serta memperhebat “pengganyangan terhadap Nekolim serta proyek “British Malaysia”.
Lewat kejadian ini, Letnan Jenderal Soeharto akhirnya berpeluang besar menggeser kepemimpinan Presiden Soekarno, karena beberapa kandidat yang akan menggantikan Presiden Soekarno sudah dibunuh oleh para anggota PKI. Soeharto pun dipilih langsung menjadi Presiden Republik Indonesia hingga berkuasa sampai 32 tahun yang disebut dengan era Orde Baru.
2. Demonstrasi Malari (Malapetaka Lima Belas Januari)
Demo Malari ini dianggap perlawanan hebat di jaman Orde Baru yang terjadi pada tanggal 15 Januari 1974. Kepemimpinan Orde Baru dibuat geger pada 15 Januari 1974, persis 40 tahun lalu. Timbul perlawanan pertama digalang Mahasiswa Universitas Indonesia berujung kerusuhan massa. Ini titik awal dari rakyat Indonesia yang melawan rezim Soeharto .
Para mahasiswa yang merasa tidak puas terhadap kebijakan pemerintah terkait kerja sama dengan pihak asing untuk pembangunan nasional. Para mahasiswa menganggap kebijakan Pemerintah kala itu sudah menyimpang dan tidak berhaluan kepada pembangunan yang mementingkan rakyat. Mahasiswa menilai malah dengan kerja sama ini semakin memperburuk kondisi ekonomi rakyat yang masih memprihatinkan saat itu.
Kedatangan Ketua Inter-Governmental Group on Indonesia (IGGI) lembaga pemodal asing bentukan Amerika Serikat, Jan P Pronk, dijadikan momentum awal untuk demonstrasi antimodal asing ini tiba di Jakarta pada Minggu, 11 November 1973. Ketika tiba di Bandara Kemayoran, mahasiswa menyambutnya dengan berdemonstrasi dengan kritikan melalui gambar.
Selain melakukan aksi, kelompok mahasiswa juga mengatur strategi supaya dapat melakukan pertemuan dengan mahasiswa. Perwakilan salah satu mahasiswi melakukan pendekatan dengan memberikan karangan bunga kepada Jan P Pronk. Tidak hanya memberikan karangan bunga, diam-diam mahasiswi tersebut memberikan surat yang isinya memorandum penolakan kedatangannya.
Bukan hanya Jan P Pronk yang didemo massa yang tergabung dari berbagai elemen seperti mahasiswa dan masyarakat sipil. Kedatangan Perdana Menteri (PM) Jepang, Tanaka Kakuei, pada 14-17 Januari juga disambut dengan demonstrasi. Rencananya massa mau menyambut kedatangan Tanaka Kakuei di Bandara Halim Perdanakusuma.
Namun rencana ini gagal, karena aparat keamanan sudah memblokade bandara ini dari hadangan massa hingga akhirnya sebagian massa mengalihkan aksinya di sekitar Jakarta Pusat. Lalu sekelompok massa dari mahasiswa sedang melakukan diskusi yang berpusat di salah satu Universitas tetapi dikagetkan oleh info yang menyebutkan di kawasan pusat Jakarta terjadi kerusuhan.
Massa dari mahasiswa banyak yang bertanya bagaimana kejadian anarkis tersebut bisa terjadi. Kerusuhan itu sendiri meliputi pengerusakan beberapa fasilitas di umum dan bangunan toko di kawasan Ibukota seperti pertokoan Senen, Jakarta Pusat, dan Roxy, Jakarta Barat. Selama dua hari daerah sekitar ibu kota diselimuti asap. Pembakaran dan Penjarahan menjadi pemandangan yang sangat mengkhawatirkan saat itu.
Wilayah pertokoan Senen menjadi titik perhatian kala itu, menurut Jendral Maraden Panggabean pembakaran tsb memakan biaya senilai Rp 2,7 miliar ludes dilalap si jago merah. Namun pernyataan Gubernur Jakarta yaitu dari Ali Sadikin memberikan keterangan yang berbeda. Beberapa Jendral mengatakan bahwa kerusuhan itu ditunggangi oleh eks partai PSII dan Masyumi.
"Sebanyak 807 mobil dan 187 sepeda motor rusak atau dibakar, 144 buah gedung rusak atau terbakar (termasuk pabrik Coca-cola), dan 160 kilogram emas hilang dari sejumlah toko perhiasan," kata Maraden Panggabean dalam rapat sidang pleno DPR pada 21 Januari 1974. Maraden Panggabean mengatakan bahwa "11 orang meninggal, 177 mengalami luka berat, 120 mengalami luka ringan, dan 775 orang ditangkap."
Namun menurut Ali Sadikin justru berbeda yaitu "522 buah mobil dirusak dengan 269 di antaranya dibakar, 137 buah motor dirusak (94 buah dibakar), 5 buah bangunan dibakar ludes, termasuk 2 blok proyek pasar Senen bertingkat 4. Serta gedung milik PT Astra di Jalan Sudirman, dan 113 buah bangunan lainnya dirusak".
Dari peristiwa ini, terlahir seorang sosok aktivis mahasiswa yang menjadi simbol Malari hingga saat ini, Hariman Siregar. Ketua Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia (UI) itu bersama rekan-rekan mahasiswa lainnya dituding menjadi otak pelaku kerusuhan tersebut. Hariman Siregar menolak jika disebut sebagai penyebab dalam kerusuhan tersebut.
Menurutnya, insiden kerusuhan itu sudah di luar kendali mahasiswa. Bisa jadi di balik kerusuhan ini ada pihak yang sengaja membuat situasi waktu itu semakin tidak kondusif. "Berbagai aksi pembakaran dan pengrusakan oleh massa itu sudah di luar kendali mahasiswa. Begitu sore hari ada kebakaran di Pasar Senen, saya sudah berpikir pasti ada yang menunggangi aksi mahasiswa," kata Hariman.
Hingga saat ini sebagian orang masih mempertanyakan siapa dalang di balik peristiwa kerusuhan tersebut. Mengingat setelah sempat ditahan dan dilakukan persidangan, Hariman Siregar dan kelompok Mahasiswa lainnya tidak terbukti dalam peristiwa kerusuhan itu. Hariman sendiri menyebut Malari sebagai puncak dari gerakan kritis terhadap konsep pembangunan yang dilakukan pemerintah Orde Baru saat itu.
Yang menarik adalah beberapa mahasiswa yang ikut di aksi demo Malari ini ada 3 orang yang akhirnya namanya menjadi terkenal di Indonesia lewat lawakannya yaitu Kasino, Dono dan Nanu yg mendirikan grup lawak yg bernama Warkop. Banyak yang mengatakan bahwa aksi demo Malari ini pemicunya adalah pertengkaran antara Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban yaitu Soemitro melawan Jendral Ali Moertopo.
3. Demonstrasi Reformasi
Kejenuhan Rakyat Indonesia dengan rezim Soeharto di jaman Orde Baru selama 32 tahun memuncak di bulan Mei 1998. Kepemimimpinan Soeharto yang sangat otoriter membuat para mahasiswa di seluruh Indonesia bersatu menggelar demonstrasi paling besar di sepanjang sejarah di Indonesia hingga memakan banyak korban dari mahasiswa. Banyak media yg mengatakan bahwa pembunuhan yang dilakukan terhadap mahasiswa itu ditunggangi salah satu dari 3 Jendral Soeharto yaitu Wiranto, Susilo Bambang Yudhoyono atau Prabowo Subianto.
Beberapa tokoh baik dari cendikiawan, ulama, politisi dll bersatu padu bersama seluruh rakyat menumbangkan rezim Soeharto yg dikatakan menimbun harta Trilyunan rupiah buat keluarga hingga sampai keturunan2nya. Dan tokoh2 tersebut adalah Abdurahman Wahid, Megawati Soekarno Putri, Muhammad Amien Rais, Akbar Tandjung, Adi Sasono, Sri Sultan Hamengkubuwono dan Nurcholish Madjid, serta ada menyebutkan 2 orang yg penting di jaman Soeharto yaitu Habbibie dan Wiranto ikutan juga.
Berikut ini kronologi hingga terjadinya demontrasi Terbesar di Indonesia :
Tanggal 22 Januari 1998, Rupiah tembus 17.00,- per dolar AS, IMF tidak menunjukkan rencana bantuannya.
Tanggal 12 Februari 1998, Sorharto menunjuk Wiranto, menjadi Panglima Angkatan Bersenjata,
Tanggal 5 Maret 1998, 20 Mahasiswa Universitas Indonesia mendatangi gedung DPR/MPR untuk menyatakan penolakan terhadap pidato pertanggunjawaban Presiden yang disampaikan pada Sidang Umum MPR dan menyerahkan agenda Reformasi Nasional. Mreka diterima oleh fraksi ABRI.
Tanggal 10 Maret 1998, Soeharto terpilh kembali untuk masa jabatan lima tahun yang ketujuh kalinya dengan menggandeng B.J Habibie sebagai Wakil Presiden.
Tanggal 14 Maret 1998, Soeharto mengumunman kabinet baru yang dinamai dengan Kabinet Pembangunan VII. Bob Hasan dan anak Soeharto, Siti Hardiyanti Rukmana terpilih sebagai menteri.
Tanggal 1 Mei 1998, Soeharto melalui menteri Dalam Negeri Hartono dan Menteri Penerangan Alwi Dahlan mengatakan bahwa reformasi baru bisa dimulai tahun 2003.
Tanggal 2 Mei 1998, Pernyataan itu diralat dan kemudian dinyatakan bahwa Soeharto mengatakan reformasi bisa dilakukan sejak sekarang (1998).
Tanggal 4 Mei 1998, Harga BBM meroket 71%, disusul 3 hari kerusuhan di Medan dengan korban sedikitnya 6 meninggal.
Tanggal 7 Mei 1998, Peristiwa Cimanggis, bentrokan antar mahasiswa dan aparat keamanan terjadi di kampus Fakultas Teknik Universitas Jayabaya, Cimanggis yang mengakibatka sedikitnya 52 mahasiswa dibawa ke RS Tugu Ibu, Cimanggis. Dua di antarana terkena tembakan di leher dan lengan kanan, sedangkan sisanya cedera akibat pentungan ritan dan mengalami iritasi mata akibat gas air mata.
Tanggal 8 Mei1998, Peristiwa Gejayan. 1 Mahasiswa Trisakti terbunuh.
Tanggal 9 Mei 1998, Soeharto berangkat seminggu ke Mesir untuk menghadiri pertemuan KTT G-15. Ini merupakan lawatan terakhirnya keluar negeri sebagai Presiden RI.
Tanggal 12 Mei 1998, Tragedi Trisakti, 4 Mahasiswa Trisakti terbunuh.
Tanggal 13 Mei 1998, Kerusuhan Mei 1998 pecah di Jakarta. Kerusuhan juga terjadi di kota Solo. Soeharto yang sedang menghadiri pertemuan negara-negara berkembang G-15 di Kairo, Mesir, memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Sebelumnya, dalam pertemuan tatap muka dengan masyarakat Indonesia ki Kairp, Soeharto menyatakan akan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Presiden. Etnis Tionghoa mulai eksodus meninggalkan Indonesia.
Tanggal 14 Mei 1998, Demonstrasi terus bertambah besar hampir di seluruh kota-kota di Indonesia, demonstran mengepung dan menduduki gedung-gedung DPRD di daerah.
Tanggal 18 Mei 1998, Ketua MPR yang juga ketua Partai Golkar, Harmoko, meminta Soeharto turun dari jabatannya sebagai Presiden. Jenderal Wiranto mengatakan bahwa pernyataan Harmoko tidak mempunyai dasar hukum. Wiranto mengusulkan pembentukan "Dewan Reformasi". Gelombang pertama mahasiswa dari FKSMJ, Forum Kota, UI dan HMIMPO memasuki halaman dan menginap di Gedung DPR/MPR. Mahasiswa menduduki Gedung DPR/MPR.
Tanggal 19 Mei 1998, Soeharto berbicara di TV, menyatakan bahwa dia akan turun dari jabatannya, tetapi menjanjikan pemilu baru akan dilaksanakan secepatnya. Beberapa tokoh muslim, termasuk Nurcholish Madjid dan Abdurrahman Wahid, bertemu dengan Soeharto . Ribuan mahasiswa menduduki Gedung DPR/MPR, Jakarta. Dilaporkan bentrokan terjadi dalam demonstrasi di Universitas Airlangga, Surabaya.
Tanggal 20 Mei 1998, Amien Rais membatalkan rencana demonstrasi besar-besaran di Monas, setelah 80.000 tentara bersiaga di kawasan Monas, 500.000 orang berdemonstrasi di Yogyakarta, termasuk Sultan Hamengkubuwono X, Demonstrasi besar lainnya juga terjadi di Surakarta, Medan, Bandung. Harmoko mengatakan Soeharto sebaiknya mengundurkan diri pada jumat, 22 Mei atau DPR/MPR akan terpaksa memilih Presiden baru. Sebelas menteri kabinet mengundurkan diri, termasuk Ginandjar Kartasasmita, Milyuner kayu Bob Hasan, dan Gubernur Bank Indonesia Syahril Sabirin.
Tanggal 21 Mei 1998, Soeharto mengumukan pengunduran dirinya pada hari kamis 21 Mei 1998 pukul 09.00 WIB di Istana Merdeka. Wakil Presiden B.J Habibie menjadi Presiden baru Indonesia. Jenderal Wiranto mengatakan ABRI akan tetap melindungi presiden dan mantan-mantan presiden.Terjadi perdebatan tentang proses transisi ini. Yusril Ihza Mahendra, salah satu yang pertama mengatakan bahwa proses pengalihan kekuasaan adalah sah dan konstitusional.
Tanggal 22 Mei 1998, Habibie mengumumkan susunan "Kabinet Reformasi". Letjen Prabowo Subiyanto dicopot dari jabatan Panglima Kostrad. Di Gedung DPR/MPR, bentrokan hampir terjadi antara pendukung Habibie yang memakai simbol-simbol dan antribut keagamaan dengan mahasiswa yang masih bertahan di Gedung DPR/MPR, mahasiswa menggangap bahwa Habibie masih tetap bagian dari Rezim Orde Baru. Tentara mengevakuasi mahasiswa dari Gedung DPR/MPR ke Universitas Atma Jaya.
0 comments: