Hasil Pemilu Indonesia dari 1955-2019

Pemilu 1956-1960


Di pemilu pertama ini suasana di Indonesia lagi kacau yg dilakukan oleh gerakan DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) yg dipimpin oleh Kartosuwiryo. Namun akhirnya saat pemilu pertama ini berlangsung, kondisi Indonesia sudah membaik dan diadakan 2x pemilihan yaitu memilih anggota DPR dan anggota Konstituante. Pemilu ini dipimpin oleh Perdana Menteri yaitu Ali Sastromidjojo, namun saat pemilu berlangsung posisinya diganti oleh Perdana Menteri Burhanuddin Harahap. Pemilu ini diikuti oleh 172 partai dengan 15 daerah untuk pemilihan. Pemilu di selenggarakan 2x yaitu pada tanggal 29 September 1955 dan 15 Desember 1955. Presiden Soekarno bersama Jendral TNI A.H. Nasution dan Komisaris Jendral Polisi Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo berhasil membuat pemilu yg benar2 bebas memilih, demokrasi, aman, damai dan tanpa politik uang. 

Banyak ketegangan di pemilu ini, salah satunya Masyumi yg berbasis agama ini ingin membuat Indonesia menjadi negara Syariat Islam dan itu ditentang oleh Presiden Soekarno karena memicu perpecahan bangsa. Orang2 dari Masyumi mengutuk pemimpin partai non-muslim dgn mengatakan kafir dan dari partai nasionalis yaitu PNI memberikan perlawanan atas reaksi dari Masyumi. Seorang peneliti asal Australia yaitu Herbert Feith yg menjadi saksi saat itu mengatakan bahwa penistaan agama juga dilakukan oleh partai Permai hingga Masyumi menggelar demonstrasi besar2an di thn 1954. Hampir 500.000 orang turun ke jalan untuk unjuk rasa dan katanya memakan korban jiwa seorang TNI ketika terjadi kerusuhan. Untungnya kerusuhan itu tidak merembet ke seluruh daerah di Indonesia, hingga akhirnya Pemilu bisa tertib, aman dan kondusif. Presiden Soekarno mendirikan PNI di thn 1927 ini ternyata partainya menang di jaman itu secara jujur.

Hasil Pemilihan DPR
1. Partai Nasional Indonesia (PNI)  memperoleh suara  8.434.653, persentase 22%, kursi 57
2. Masyumi memperoleh suara  7.903.886, persentase 20,92%, kursi 57
3. Nahdlatul Ulama (NU)  memperoleh suara  6.955.141, persentase 18,41%, kursi 45
4. Partai Komunis Indonesia (PKI) memperoleh suara  6.179.914, persentase 16,36%, kursi 39
5. Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) memperoleh suara  1.091.160, persentase 2,89%, kursi 8
6. Partai Kristen Indonesia (Parkindo) memperoleh suara  1.003.326, persentase 2,66%, kursi 8
7. Partai Katolik memperoleh suara  770.740, persentase 2,04%, kursi 6
8. Partai Sosialis Indonesia (PSI) memperoleh suara  753.191, persentase 1,99%, kursi 5
9. Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) memperoleh suara  541.306, persentase 1,43%, kursi 4
10. Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (Perti) memperoleh suara  483.014, persentase 1,28%, kursi 4
11. Partai Rakyat Nasional (PRN) memperoleh suara  242.125, persentase 0,64%, kursi 2
12. Partai Buruh memperoleh suara  224.167, persentase 0,59%, kursi 2
13. Gerakan Pembela Panca Sila (GPPS) memperoleh suara  219.985, persentase 0,58%, kursi 2
14. Partai Rakyat Indonesia (PRI) memperoleh suara  206.161, persentase 0,55%, kursi 2
15. Persatuan Pegawai Polisi RI (P3RI) memperoleh suara  200.419, persentase 0,53%, kursi 2
16. Murba memperoleh suara  199.588, persentase 0,53%, kursi 2
17. Baperki memperoleh suara  178.887, persentase 0,47%, kursi 1
18. Persatuan Indonesia Raya (PIR) Wongsonegoro memperoleh suara  178.481, persentase 0,47%, kursi 1
19. Grindra memperoleh suara  154.792, persentase 0,41%, kursi 1
20. Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (Permai) memperoleh suara  149.287, persentase 0,40%, kursi 1
21. Persatuan Dayak (PD) memperoleh suara  146.054, persentase 0,39%, kursi 1
22. PIR Hazairin memperoleh suara  114.644, persentase 0,30%, kursi 1
23. Partai Persatuan Tharikah Islam (PPTI) memperoleh suara  85.131, persentase 0,22%, kursi 1
24. AKUI memperoleh suara  81.454, persentase 0,21%, kursi 1
25. Persatuan Rakyat Desa (PRD) memperoleh suara  77.919, persentase 0,21%, kursi 1
26. Partai Republik Indonesia Merdeka (PRIM) memperoleh suara  72.523, persentase 0,19%, kursi 1
27. Angkatan Comunis Muda (Acoma) memperoleh suara  64.514, persentase 0,17%, kursi 1
28. R.Soedjono Prawirosoedarso memperoleh suara  53.306, persentase 0,14%, kursi 1
29. Lain-lain memperoleh suara  1.022.433, persentase 2,7%

Hasil Pemilihan Konstituante
1. Partai Nasional Indonesia (PNI)  memperoleh suara  9.070.218, persentase 23,97%, kursi 119
2. Masyumi memperoleh suara  7.789.619, persentase 20,59%, kursi 112
3. Nahdlatul Ulama (NU)  memperoleh suara  6.989.333, persentase 18,47%, kursi 91
4. Partai Komunis Indonesia (PKI) memperoleh suara  6.232.512, persentase 16,47%, kursi 80
5. Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) memperoleh suara  1.059.922, persentase 2,80%, kursi 16
6. Partai Kristen Indonesia (Parkindo) memperoleh suara  988.810, persentase 2,61%, kursi 16
7. Partai Katolik memperoleh suara  748.591, persentase 1,99%, kursi 10
8. Partai Sosialis Indonesia (PSI) memperoleh suara  695.932, persentase 1,84%, kursi 10
9. Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) memperoleh suara  544.803, persentase 1,44%, kursi 8
10. Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (Perti) memperoleh suara  465.359, persentase 1,23%, kursi 7
11. Partai Buruh memperoleh suara  332.047, persentase 0,88%, kursi 5
12. Murba memperoleh suara  248.633, persentase 0,66%, kursi 4
13. Partai Rakyat Nasional (PRN) memperoleh suara  220.652, persentase 0,58%, kursi 3
14. Persatuan Pegawai Polisi RI (P3RI) memperoleh suara  179.346, persentase 0,47%, kursi 3
15. Persatuan Dayak (PD) memperoleh suara  169.222, persentase 0,45%, kursi 3
16. Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (Permai) memperoleh suara  164.386, persentase 0,43%, kursi 2
17. Persatuan Indonesia Raya (PIR) Wongsonegoro memperoleh suara  162.420, persentase 0,43%, kursi 2
18. Baperki memperoleh suara  160.456, persentase 0,42%, kursi 2
19. Grindra memperoleh suara  157.976, persentase 0,42%, kursi 2
20. Gerakan Pembela Panca Sila (GPPS) memperoleh suara  152.892, persentase 0,40%, kursi 2
21. Partai Republik Indonesia Merdeka (PRIM) memperoleh suara  143.907, persentase 0,38%, kursi 
22. Partai Rakyat Indonesia (PRI) memperoleh suara  134.011, persentase 0,35%, kursi 2
23. PIR Hazairin memperoleh suara  101.509, persentase 0,27%, kursi 2
24. AKUI memperoleh suara  84.862, persentase 0,22%, kursi 1
25. Partai Persatuan Tharikah Islam (PPTI) memperoleh suara  74.913, persentase 0,220%, kursi 1
26. Angkatan Comunis Muda (Acoma) memperoleh suara  55.844, persentase 0,15%, kursi 1
27. Gerakan Banteng Republik Indonesis (GBRI) memperoleh suara  39.874, persentase 0,11%, kursi
28. Persatuan Rakyat Desa (PRD) memperoleh suara  39.278, persentase 0,10%, kursi 1
29. R.Soedjono Prawirosoedarso memperoleh suara  38.356, persentase 0,10%, kursi 1
30. Gerakan Pilihan Sunda memperoleh suara  35.035, persentase 0,09%, kursi 1
31. PIR NTB memperoleh suara  33.823, persentase 0,09%, kursi 1
32. Radja Keprabonan memperoleh suara  33.660, persentase 0,09%, kursi 1
33. L.M.Idrus Effendi memperoleh suara  31.988, persentase 0,08%, kursi 1
34. Partai Tani Indonesia memperoleh suara  30.060, persentase 0,08%, kursi 1
29. Lain-lain memperoleh suara  426.856, persentase 1,13%


Pemilu 1971


Pemilu kedua yang pertama kali bagi Presiden Soeharto yg diadakan pada tanggal 5 Juli 1971 dan inilah pemilu pertama di jaman Orde Baru (Orba). Partai yg diperbolehkan ikut ada 10 partai dan beberapa partai di pemilu sebelumnya dibubarkan spt Partai Komunis Indonesia (PKI), Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) dan Partai Sosialis Indonesia (PSI). Pemilu diadakan dgn sistem proporsional dan tertutup pendaftarannya yg hanya bisa memilih calon DPR dan DPRD. Presiden Soeharto merangkap menjadi Jendral TNI dan Menhankam di jaman itu, lalu Jendral Polisi masih dipegang oleh Hoegeng Imam Santoso yg masa jabatannya habis di bulan Oktober 1971.

Namun menurut pakar politik, Golkar memang sudah diprediksi bakal menang besar karena partai itu milik Presiden Soeharto dgn menyuruh pasukan2nya yaitu TNI, Polisi, PNS, Guru hingga sampe ke desa2 harus memilih Golkar. Dan Golkar pun agak dipermasalahkan statusnya, karena dia tidak memakai kata partai dan hanya memakai nama Golongan Karya aja, padahal mereka termasuk salah satu anggota partai. Saat pemilu berlangsung dijaga ketat oleh TNI dan polisi, lalu pagi2 menjelang coblosan ada beberapa oknum yg membagi-bagikan uang supaya mencoblos Golkar yg akhirnya menjadi pemenangnya. Kecurangan yg dilakukan Golkar memang sangat disayangkan hingga disini bisa terlihat dominasi Golkar di setiap pemilu di jamannya Presiden Soeharto.

Ketua Golkar saat itu adalah Ali Murtopo, ketua PNU saat itu adalah Subchan Z.E., ketua PNI saat itu adalah Hadisubeno, ketua Parmusi saat itu adalah Mohammad Roem, ketua PSII saat itu adalah H.M.Ch. Ibrahim, ketua Parkindo saat itu adalah Ds.Probowinoto, ketua Partai Katolik saat itu adalah Ignatius Joseph Kasimo, ketua Perti saat itu adalah  H.A. Rahman, ketua IPKI saat itu adalah Jendral A.H. Nasution dan ketua Murba saat itu adalah Adam Malik. Masyumi mengalami perpecahan yg menyebabkan mereka tidak ikut di pemilu ini, pemimpin Perti sebelumnya dipecat karena dituding mendukung PKI dan Murba adalah partai yg didirikan oleh Tan Malaka di thn 1948. Presiden Soeharto memaksa beberapa partai gabung dgn partai lain supaya tidak terlalu banyak dan membuat orang pusing karena di pemilu pertama pilihannya terlalu banyak dan masih banyak yg tidak bisa membaca saat itu.

Perolehan hasil Suara :
1. Golongan Karya (Golkar) memperoleh suara  34.348.673, persentase 62,82%, kursi 236
2. Partai Nahdlatul Ulama memperoleh suara  10.213.650, persentase 18,68%, kursi 58
3. Partai Nasional Indonesia (PNI) memperoleh suara  3.793.266, persentase 6,93%, kursi 20
4. Partai Muslimin Indonesia (Parmusi) memperoleh suara  2.930.746, persentase 5,36%, kursi 24
5. Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) memperoleh suara  1.308.237, persentase 2,39%, kursi 10
6. Partai Kristen Indonesia (Parkindo) memperoleh suara  733.359, persentase 1,34%, kursi 7
7. Partai Katolik memperoleh suara  603.740, persentase 1,10%, kursi 3
8. Persatuan Tarbiyah Islamiah (Perti) memperoleh suara  381.309, persentase 0,69%, kursi 2
9. Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) memperoleh suara  338.403, persentase 0,61%
10. Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Murba) memperoleh suara  48.126, persentase 0,08%


Pemilu 1977
Presiden Soeharto beserta seluruh anggota DPR dan MPR menetapkan banyak peraturan di pemilu ini yaitu pemilu akan diadakan setiap 5 thn sekali dan meminimalisir partai menjadi 3 saja. Semua partai Islam dipaksa gabung menjadi 1 dengan PPP, sedangkan partai lainnya bergabung dgn PDI, lalu Murba dibubarkan oleh  Presiden Soeharto yg dituduh PKI. Pemilu ini diadakan pada tanggal 2 Mei 1977 yg memilih anggota DPR, DPRD I & II dan di pemilu ini ada istilah Luber yaitu Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia. Persiapan pemilu sudah dilaksanakan di thn 1975 dan sempat terjadi pertentang simbol partai yaitu kepala banteng yg dipakai PDI itu ada di simbol sila ke 4 Pancasila, tapi PDI mengatakan mereka meneruskan PNI. Lalu simbol dari PPP juga sempat ditentang karena memakai gambar Ka'bah, tapi akhirnya disetujui memakai simbol itu.

Kampanye berlangsung selama 60 hari dan ke 3 partai peserta pemilu diperbolehkan menggunakan media2 yg ada spt radio RRI dan TVRI. Lalu sistem penomoran sudah dilakukan yaitu no.1 dimiliki oleh PPP, no. 2 dimiliki oleh Golkar dan no. 3 dimiliki oleh PDI. Saat berkampanye, PDI melakukan pawai keliling naik becak dan ojek hingga sampe 10 km yg menyiratkan bahwa PDI dekat dgn rakyat jelata, sedangkan PPP dipimpin oleh banyak ulama menyerukan untuk mempersatukan umat Islam dan sempat menyindir Golkar itu partai kafir. Golkar melawan orang2 idelogis dan agamis , lalu PDI saat itu kurang mendapatkan banyak dukungan dari daerah2 lainnya karena dianggap partainya orang Jawa, meski ada juga 3 wilayah yg mendukungnya spt Sumatera Utara, Lampung dan Sumatera Selatan. PPP saat itu menjadi ancaman Golkar dalam perolehan suara, karena suara para ulama sangat ampuh dalam meraih banyak suara di pemilu ini.

Golkar saat pemilu ini diketuai oleh Amir Murtono, PPP di  pemilu ini diketuai oleh Mohammad Syafa'at Mintaredja dan PDI waktu pemilu ini diketuai oleh Sanusi Hardjadinata. Perolehan suara PDI paling sedikit karena mereka belum siap saat itu dan banyak orang yg belum tahu bahwa mereka dulunya dari PNI. Golkar memang sudah diprediksi sebelum pemilu ini berlangsung akan menang karena dukungan kuat dari Presiden Soeharto di dalamnya dan saat itu muncul istilah bahwa Indonesia memiliki 2 partai yg murni dan 1 Golkar. Dan itu merupakan sindiran kepada Golkar yg dianggap tidak jelas statusnya, karena mereka dianggap bukan partai oleh beberapa orang. Di pemilu ini Jendral TNI dipimpin oleh Maraden Panggabean dan Jendral Polisi dipimpin oleh Widodo Budidarmo.

Perolehan hasil Suara :
1. Golkar memperoleh suara  39.750.096, persentase 66,11%, kursi 232
2. PPP memperoleh suara  18.743.491, persentase 29,29%, kursi 99
3. PDI memperoleh suara  5.504.751, persentase 8,6%, kursi 29

Pemilu 1982


Kekuasaan dari jaman Orde Baru masih berlanjut di pemilu ini yg diikuti oleh 3 parta yg sama dan ditetapkan  terus hingga pemilu selanjutnya yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dan Golongan Karya (Golkar). Kekuatan Presiden Soeharto masih sangat kuat di tahun ini dan barangsiapa yg berani melawannya, maka orang tsb akan lenyap selama2nya. Sebenarnya banyak perlawanan di beberapa tempat atau daerah yg menginginkan Golkar kalah dan yg terekspos sepertinya sekitar Jakarta saja. Pemilu di tahun ini dilaksanakan pada tanggal 4 Mei 1982 dgn sistem pemilihan yg sama yaitu DPR, DPRD I & II. Golkar saat itu diketuai oleh Amir Murtono lagi, PPP saat itu diketuai oleh Djaelani Naro dan PDI saat itu diketuai oleh Sunawar Sukowati.

Ada beberapa peristiwa menarik di pemilu ini, yaitu saat kampanye tenang di bulan Maret 1982, para pendukung Golkar menguasai Lapangan Banteng di Jakarta Pusat sambil menunggu juru kampanyenya yaitu Ali Murtopo. Namun suasana tenang menjadi ricuh ketika para pendukung PPP melintasi Lapangan Banteng juga yg mengakibatkan mereka saling mencaci-maki hingga banyak batu2 yg beterbangan. Para pendukung Golkar mengejar pendukung PPP hingga terjadi perkelahian dan ternyata ada seseorang yg memprovokasi hingga terjadi kerusuhan tsb. Namun banyak sekali selentingan gosip atas terjadinya kerusuhan tsb, yaitu Gubernur Jakarta yaitu Ali Sadikin dan KH. Yusuf Hasyim dituduh dalangnya dibalik kerusuhan tsb.

Lalu gosip lainnya mengatakan bahwa Ali Sadikin dikabarkan akan mencalonkan dirinya menjadi Presiden RI melawan Presiden Soeharto, makanya beberapa media mengatakan Ali Sadikin sengaja datang terlambat di kampanyenya Golkar saat itu. Ada peristiwa lagi di bulan April 1982, di daerah Senen-Jakarta Pusat, saat Golkar pawai berkeliling naik truk, para pendukung PDI dan PPP mengejek mereka hingga sopir truk ada yg emosi dgn ejekan tsb. Setelah itu terjadi saling melempar batu hingga akhirnya polisi bertindak dan mengejar beberapa pendukung PDI dan PPP, lalu beberapa orang diantaranya tewas ditembak polisi di dekat gedung bioskop. Di pemilu ini Jendral TNI dipimpin oleh M. Jusuf dan Jendral Polisi dipimpin oleh Awaluddin Djamin. PPP sempat mengalami konflik terpanas ketika Djaelani Naro menggantikan Mohammad Syafa'at Mintaredja di thn 1978 tanpa ada musyawarah dgn anggota lain dan diselidiki ternyata Djaelani Naro dekat dgn Ali Murtopo.

Perolehan hasil Suara :
1. Golkar memperoleh suara  48,334,724, persentase 64,34%, kursi 242
2. PPP memperoleh suara  20,871,880, persentase 27,78%, kursi 94
3. PDI memperoleh suara  5,919,702, persentase 7,88%, kursi 24

Pemilu 1987


Golkar yg semakin tak terkalahkan ini diketuai oleh Sudharmono yg menjadi Wakil Presiden, lalu PPP diketuai oleh Djaelani Naro lagi dan PDI diketuai oleh Soerjadi. Sebelum pemilu ini, Presiden Soeharto menebarkan kengerian (tapi beberapa orang ada yg setuju) dengan adanya Penembak Misterius yg disingkat menjadi Petrus. Presiden Soeharto ingin membasmi banyaknya kejahatan di jaman itu dan sang presiden memberikan penghargaan kepada Jendral Polisi saat itu yaitu Anton Soedjarwo yg berhasil membongkar identitas para perampok. Presiden Soeharto mengadakan rapat bersama Soedomo beserta Pangdam, Kapolri, Kapolda, Wagub DKI memutuskan mengadakan operasi Clurit di Jakarta dengan menyewa para penembak misterius (petrus).

Operasi Petrus ini diadakan di seluruh Indonesia mulai thn 1983 yg menewaskan 532 orang, thn 1984 yg menewaskan 107 orang dan thn 1985 yg menewaskan 74 orang. Kebanyakan korban mati dimasukkan ke dalam karung lalu ditinggalkan di jalanan atau dibuang ke sungai, rawa2, laut dan hutan. Tujuan dari operasi Petrus ini untuk membasmi para penjahat ato preman bertato yg dianggap meresahkan warga, namun tujuan tsb menuai banyak kritikan karena dianggap melanggar HAM. Selain itu di bulan September 1984, terjadi kerusuhan di Tanjung Priok-Jakarta yg berawal dari seorang ulama bernama Abdul Qodir Jaelani berkhotbah di masjid menentang asas tunggal Pancasila dan pengurus masjid As Saadah yg bernama Amir Biki ditahan di Kodim Jakarta Utara. Penahanan tsb membuat para pengikutnya sekitar 1.500 orang melakukan aksi pengrusakan dan pembakaran di sejumlah ruko. 

Orang2 yg protes mengepung komando militer dan mereka semua ditembaki di jam 11 malam. Sang Jendral TNI saat itu adalah L.B. Moerdani dan komando Militer Try Sutrisno melihat kejadian tsb, lalu banyaknya mayat tsb dimasukkan ke dalam truk militer dan dikuburkan massal di tempat yg tidak diketahui, lalu yg masih hidup dirawat di R.S. Gatot Soebroto. Di tahun yg sama yaitu 1984, NU melakukan Muktamar di Situbondo mengumumkan bahwa NU tidak lagi mendukung PPP dan ini bisa mengurangi perolehan suara PPP hingga kalah telak dgn Golkar. Sedangkan di kubu PDI, Soerjadi mencoba merayu keluarga Presiden Soekarno dgn memasukkan Megawati dan Guruh menjadi anggota PDI di thn 1987 supaya bisa mendongkrak suara PDI yg selalu di posisi paling bawah. Pemilu dilaksanakan pada tanggal 23 April 1987 dgn sistem pemilihan yg sama yaitu DPR, DPRD I & II. Muktamar NU di Situbondo thn 1984 membuat keputusan yaitu mereka tidak lagi mendukung PPP di pemilu ini, karena dianggap ada campur tangan dari pemerintah.

Perolehan hasil Suara :
1. Golkar memperoleh suara  62,783,680, persentase 73,11%, kursi 299
2. PPP memperoleh suara  13,701,428, persentase 15,96%, kursi 61
3. PDI memperoleh suara  9,384,708, persentase 10,93%, kursi 40

Pemilu 1992


Nama Megawati terpilih menjadi anggota DPR di thn 1987 dan disinilah Megawati menjadi momok yg cukup menakutkan bagi penguasa Orde Baru yaitu Presiden Soeharto, karena banyak sekali masyarakat yang mulai menginginkan keluarga Presiden Soekarno menjadi penguasa lagi di Indonesia. Saat Megawati berkampanye di pemilu ini untuk PDI, banyak kota di Indonesia dibuat merah total dgn atribut2 PDI mulai dari Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, Solo dsb. Namun sayangnya, ketua PDI masih dipegang oleh Soerjadi saat itu, padahal banyak sekali rakyat yg mengatakan pro-Mega. Kedekatan Megawati dengan orang2 miskin/rakyat jelata membuat rakyat sadar akan memilihnya, karena keluarga Cendana milik Presiden Soeharto sudah lama berkuasa hingga 32 thn. Banyak sekali  kecurigaan2 yg dipikirkan oleh masyarakat atas posisinya Presiden Soeharto yg tak kunjung berganti, bahkan musisi Iwan Fals mengkritik keras Presiden Soeharto yg tak mau turun dari jabatannya, hingga akhirnya  Iwan Fals ditangkap karena lagu2nya mengkritik keras Presiden Soeharto.

Dampak dari Muktamar NU yg dipimpin oleh Gus Dur terlihat ketika di pemilu ini suara PPP menurun drastis dan suara PDI yg naik tajam di bandingkan tahun2 sebelumnya, meski peringkatnya masih menang PPP. Naiknya suara PDI membuat Megawati dianggap yg akan menumbangkan rezimnya Presiden Soeharto, namun banyak yg menganggap ada kecurangan dari perolehan suara yg didapat oleh Golkar. PPP saat itu diketuai oleh Ismail Hassan Metareum dan Golkar diketuai oleh Wahono, lalu di pemilu ini proses pemilihannya tetap yaitu DPR, DPRD I & II. Sempat ada isu yg tak sedap di jaman ini yaitu banyak guru SMA/STM/SMEA yg mengancam murid2nya akan tidak meluluskan mereka, jika tidak memilih Golkar karena semua muridnya baru pertama kali mengikuti pemilu. Selain itu ada yg memata-matai saat itu, ketika pemungutan selesai dan saksi dari partai PDI serta PPP pulang semua, saksi partai Golkar dengan seenaknya mengambil kartu coblosan rakyat dan para penjaga spt hansip dan yg lainnya tidak berani menghadang mereka. 

Dari rezim Presiden Soeharto inilah awal dari keinginan Timor-timur (Leste) ingin keluar dari Indonesia. Di akhir thn 1991, Portugal berniat menemui Presiden Soeharto terkait dgn kekerasan anggota militer Indonesia kepada rakyat Timor-timur (Leste), tapi Presiden Soeharto menolaknya. Kedatangan Portugal itulah membuat sebagian rakyat Timor-timur (Leste) yg anti Indonesia berontak dan memberikan perlawanan dgn mengejek sebagian rakyat Timor-timur (Leste) yg mendukung Indonesia. Keributan akhirnya terjadi, hingga akhirnya tentara Indonesia menembaki orang2 yg anti Indonesia dan salah satunya bernama Sebastio Gomez. Beberapa pemberontak lari ke pemakaman Santa Cruz lalu ditembaki tentara dan kebetulan saat itu ada media asal Inggris yg meliput kejadian itu. Banyak orang Timor-timur (Leste) yg tewas tertembak dan media asal Inggris tsb melaporkan Indonesia ke PBB sebagai pelanggaran HAM hingga akhirnya Pangdam Mayjen Sintong Panjaitan beserta sebagian anak buahnya dicopot jabatannya. Dan saat itu juga Prabowo Subianto menangkap aktivis Timor-timur (Leste) yg sangat terkenal yaitu Xanana Gusmao.

Perolehan hasil Suara :
1. Golkar memperoleh suara  66,599,331, persentase 68,10%, kursi 282
2. PPP memperoleh suara  16,624,647, persentase 17%, kursi 62
3. PDI memperoleh suara  14,565,556, persentase 14,89%, kursi 56

Pemilu 1997


Sebenarnya hasil pemilu di thn 1992 itu dimenangkan oleh PDI, tapi kecurigaan rakyat semakin menjadi2 hingga akhirnya PDI bakalan akan mengalahkan Golkari di pemilu 1997. Presiden Soeharto dengan kekuasaannya sangat khawatir dgn kekuatan PDI yg semakin besar dengan adanya Megawati menjadi ketuanya. Makanya Presiden Soeharto mengatur strategi dgn memecah belah PDI yaitu mengangkat lagi mantan ketua PDI yaitu Soerjadi di thn 1996 hingga menurunkan banyak militer dalam pengangkatan tsb. Waktu kongres PDI di Medan, Megawati tidak setuju karena posisinya terancam dan para pendukung PDI dari Soerjadi menguasai kantor PDI di Jakarta, lalu terjadi keributan besar dgn pendukung PDI yg pro Megawati. Kerusuhan tsb dikenang sbg peristiwa Kudatuli (kerusuhan 27 juli) dan ada yg bilang Sabtu kelabu di thn 1996. Nasib Megawati semakin diproteksi oleh Presiden Soeharto hingga dia tidak diperbolehkan ikut nyoblos di pemilu 1997 dan Megawati menyarankan pendukungnya untuk Golput.

Akibat dari kerusuhan yg dialami PDI, perolehan suaranya menjadi menurun drastis karena sebagian besar pendukung PDI tidak suka dgn kepemimpinan Soerjadi dan menginginkan Megawati menjadi ketua PDI. Selain kerusuhan terjadi di kubu PDI, juga terjadi kerusuhan di Banjarmasin di hari jumat pada tanggal 23 Mei 1997 yg dikenal dgn Jumat Membara dan Jumat Kelabu. Kejadian itu bermula ketika selesai sholat Jumat, banyak sekali pendukung Golkar berkampanye di jalanan hingga membuat marah banyak orang juga. Lalu orang2 dari organisasi Pemuda Pancasila dan FKPPI melihat itu marah hingga menyebabkan mereka ingin menyerang para pendukung Golkar. Banyak sekali perkelahian dan juga terjadi pembakaran atas kejadian, serta pelemparan2 batu sangat banyak dan berbahaya. Banya orang yg tidak suka Golkar menyerbu tempat2 penginapan mereka di Banjarmasin, hingga membuat polisi mengerahkan ratusan pasukannya untuk menghadang banyak orang saat itu. Kerusuhan itu sangat parah dan sampe memakan korban jiwa sampai 142 orang, selain itu banyak sekali gedung2 di Banjarmasin yg rusak atau terbakar spt Gereja, Mitra Plaza, Gedung PLN, PDAM, bioskop, kantor Golkar dsb. 

Kepintaran Presiden Soeharto menutupi hutang Indonesia lama2 akan ketahuan juga dan itu terjadi setelah pemilu 1997 yaitu terjadinya krisis moneter yg dialami Indonesia. Krisis moneter terbukti dgn naiknya dollar (US) yg di thn 1997 hanya 2.380 rupiah, tapi di bulan Januari 1998 naiknya gila2an dan 5x lipat yaitu 11.000 rupiah bahkan sempat 17.000 rupiah, meski kuat  lagi di 8.000 rupiah. Naiknya dollar (US) ini membuat harga2 barang di Indonesia naik tajam dan bisa membahayakan masyarakat yg pendapatanya sangat kecil. Hutang pemerintah akhirnya diketahui rakyat Indonesia yg ternyata sangat banyak dan dipendam selama puluhan tahun, hingga membuat hutang2 ini tidak bisa terbayarkan sampai sekarang ini. Keterpurukan Indonesia karena krisis moneter ini membuat banyak mahasiswa berkoalisi menggulingkan dinasti Presiden Soeharto yg berkuasa sampai 32 thn. Dan di tanggal 21 Mei 1998, terjadilah Reformasi di Indonesia di seluruh Indonesia yg berupaya menggulingkan Presiden Soeharto dgn melibatkan banyak tokoh spt Megawati, Gus Dur, Sri Sultan Hamengkubuwono X, Sri Bintang Pamungkas dan Amien Rais. Selain itu ada beberapa mantan aktivis di Reformasi 1998 yg cukup terkenal sekarang ini, antara lain : Adian Napitupulu, Andi Arief, Desmond Junaidi, Wahab Tulehu, Fahri Hamzah, Pius Lustrilanang, Abdullah Taruna dan masih banyak lagi.

Perolehan hasil Suara :
1. Golkar memperoleh suara  84.187.907, persentase 74,51%, kursi 325
2. PPP memperoleh suara  25.340.028, persentase 22,43%, kursi 89
3. PDI memperoleh suara  3.463.225, persentase 3,06%, kursi 11

Pemilu 1999


Pemilu ini digelar ketika kerusuhan2 yg terjadi di Reformasi 1998 tak terelakkan hingga terjadi pertempuran yg banyak memakan korban jiwa yg terutama dari mahasiswa, lalu etnis China (Tionghoa) diserang dan mendapatkan perlakuan kasar, banyaknya pembakaran2 gedung, penjarahan dimana-mana serta penembakan dan penculikan. Setelah pulang dari luar negeri, Pak Harto didesak untuk segera mengundurkan diri dari jabatannya yg sudah berkuasa 32 thn dan posisi Presiden untuk sementara digantikan oleh wakilnya yaitu Prof. Dr. Ing B.J. Habibie. Lalu Pemilu didesak juga supaya segera diselenggarakan supaya mendapatkan Presiden yg baru. Banyak peraturan2 baru di pemilu ini yaitu masa jabatan sebagai Presiden dibatasi sampai 2x saja dan ini diambil dari pengalaman Pak Harto yg bisa berkuasa selama puluhan thn. Di pemilu ini partanya menjadi banyak lagi spt pemilu pertama yaitu ada 48 partai dan tokoh2 Reformasi kebanyakan yg  menjadi  ketua partai di pemilu ini. Walaupun saat itu Indonesia lagi dilanda krisis ekonomi, krisis kepercayaan, serta banyaknya pelanggaran HAM, tapi pemilu ini harus tetap dijalankan untuk menentukan masa depan Indonesia.

Ini merupakan pemilu yg cukup jujur ke 2 setelah pemilu pertama di thn 1955, karena dulu waktu jamannya Pak Harto hasil perolehan suaranya bisa dimainkan sesuka hatinya, makanya Golkar selalu menang. Namun banyak terjadi perdebatan juga di pemilu ini saat pemilihan suara berlangsung, yaitu para wakil partai di KPU tidak menemukan kata sepakat. Efek dari Reformasi ternyata banyak juga yaitu isu2 tentang beberapa pulau ingin merdeka dan mendirikan negara sendiri spt Aceh, Papua, Bali, Sulawesi dan Timor-timur. Namun proses penghitungan suara di pemilu ini bisa dikatakan tergolong cepat dan sama spt di pemilu pertama thn 1955. PDI milik Megawati berhasil memenangkan pemilu ini dan itu sudah diprediksi jauh2 hari, tapi pemilihan Presiden ditentukan di MPR dan pemenangnya ternyata Dr. K. H. Abdurrahman Wahid yg dikenal dgn nama Gus Dur dari PKB dan Megawati sebagai Wakil Presiden. Namun sayangnya di pemerintahan era Presiden Abdurrahman Wahid ini banyak terjadi konflik antar agama spt bom di beberapa gereja, lalu perang antar suku spt Dayak dgn Madura dsb. Keputusan2 Presiden Abdurrahman Wahid sebenarnya sangat bagus, tapi sayangnya orang2 DPR banyak yg tidak suka hingga akhirnya dia didesak mundur dan menyerahkan jabatannya ke tangan Presiden Megawati di thn 2001. Tapi  sayangnya banyaknya orang2 yg kurang bagus di sekeliling Presiden Megawati yg membuat rakyat menjadi tidak suka dgn Presiden Megawati atas keputusan2nya.

Pemilu 1999 ini merupakan pemilu terakhir bagi Timor-timur yg resmi keluar dari Indonesia thn 1999 dan menjadi negara sendiri, lalu mantan Presiden Habibie yg bertanggung jawab atas keputusannya saat itu. Berikut ini seluruh ketua partai sesuai no. urut : Drs H M Syaiful Anwar (PIB), Clara Sitompul (Krisna), Hj. Supeni (PNI), Indaho (PADI), Drs H Syamsahril SH MM (KAMI), Prof. Dr. Deliar Noer (PUI), KH Yusuf Hasyim (PKU), Drs. Ridwan Saidi (PMB), Hamzah Haz (PPP), H Taufiq R Tjokroaminoto (PSII), Megawati (PDI-P), Dr H Rusli Bintang (PAY), KH Zaini Ahmad Noeh (PKM), Prof Dr Manase Malo (PDKB), Amien Rais (PAN), Budiman Sudjatmiko (PRD), Drs H Ohan Sudjana (PSII 1905), Drs Marcus Mali (PKD), RO. Tambunan (Pilar), Agus Miftah (PARI), Ir. Abdullah Hehamahua MSc.(PPIIM), Yusril Ihza Mahendra (PBB), Dr. Dedi Hamid SH (PSP), Dr. Ir. Nurmahmudi Isma'il (Partai Keadilan), K.H. Syukron Ma'mun (PNU), Probosutedjo (PNI Front Marhaenis), R. Soeprapto (IPKI), Drs. Syarifuddin Harahap (PR), Drs. H. Andi Jalil (PID), Bachtar Oscha Chalik (PNI Massa Marhaen), DR. Hadidjojo Nitimihardjo MSc. (Murba), Budi Hardjono (PDI), Akbar Tanjung (Golkar), H. Zaelani Naro (PP), Matori Abdul Djalil (PKB), Dr. Ir. Sri Bintang Pamungkas (PUDI), Tohap Simanungkalit (PBN), Mien Sugandhi (MKGR), Baharudin (PDR), H. Iskandar Zulkarnain SH. (PCD), Jendral TNI Edi Sudrajat (PKP), Dr. H. Rasyidi (PSPSI), Ir. H. Enero (PNBI), Nurdin Purnomo (PBI), Abu Hasan (SUNI), Edwin H. Soekowati (PND), H. Anwar Yunus SH. (PUMI) dan W. Bokha (PPI).

Perolehan hasil Suara :
1. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan memperoleh suara  35.689.073, persentase 33,74%, kursi 153
2. Golongan Karya memperoleh suara  23.741.749, persentase 22,44%, kursi 120
3. Partai Kebangkitan Bangsa memperoleh suara  13.336.982, persentase 12,61%, kursi 51
4. Partai Persatuan Pembangunan memperoleh suara  11.329.905, persentase 10,7%, kursi 58
5. Partai Amanat Rakyat memperoleh suara  7.528.956, persentase 7,12%, kursi 34
6. Partai Bulan Bintang memperoleh suara  2.049.708, persentase 1,94%, kursi 13
7. Partai Keadilan memperoleh suara  1.436.565, persentase 1,36%, kursi 7
8. Partai Keadilan dan Persatuan  memperoleh suara  1.065.686, persentase 1,01%, kursi 4
9. Partai Nahdlatul Ummat memperoleh suara  679.179, persentase 0,64%, kursi 5
10. Partai Persatuan memperoleh suara  655.052, persentase 0,62%, kursi 1
11. Partai Demokrasi Kasih Bangsa memperoleh suara  550.846, persentase 0,52%, kursi 5
12. Partai Politik Islam Indonesia Masyumi memperoleh suara  456.718, persentase 0,43%, kursi 1
13. Partai Daulat Rakyat memperoleh suara  427.854, persentase 0,4%, kursi 2
14. Partai Nasional Indonesia memperoleh suara  377.137, persentase 0,36%
15. Partai Syarikat Islam Indonesia memperoleh suara  375.920, persentase 0,36%, kursi 1
16. Partai Kristen Nasional Indonesia memperoleh suara  369.719, persentase 0,35%
17. Partai Nasional Indonesia - Front Marhaenis memperoleh suara  365.176, persentase 0,35%, kursi 1
18. Partai Bhinneka Tunggal Ika Indonesia  memperoleh suara  364.291, persentase 0,34%, kursi 1
19. Partai Nasional Indonesia - Massa Marhaen memperoleh suara  345.629, persentase 0,33%, kursi 1 
20. Partai Demokrasi Indonesia memperoleh suara  345.720, persentase 0,33%, kursi 2
21. Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia memperoleh suara  328.654, persentase 0,31%, kursi 1
22. Partai Republik memperoleh suara  328.564, persentase 0,31%
23. Partai Kebangkitan Ummat memperoleh suara  300.064, persentase 0,28%, kursi 1
24. Partai Kebangkitan Muslim Indonesia memperoleh suara  289.489, persentase 0,27%
25. Partai Ummat Islam memperoleh suara  269.309, persentase 0,25%
26. Partai Katolik Demokrat memperoleh suara  216.675, persentase 0,2%
27. Partai Abul Yatama memperoleh suara  213.979, persentase 0,2%
28. Partai Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong memperoleh suara  204.204, persentase 0,19%
29. Partai Indonesia Baru memperoleh suara  192.712, persentase 0,18%
30. Partai Solidaritas Uni Nasional Indonesia memperoleh suara  180.167, persentase 0,17%
31. Partai Cinta Damai memperoleh suara  168.087, persentase 0,16%
32. Partai Syarikat Islam Indonesia 1905 memperoleh suara  152.820, persentase 0,14%
33. Partai Masyumi Baru memperoleh suara  152.589, persentase 0,14%
34. Partai Nasional Bangsa Indonesia memperoleh suara  149.136, persentase 0,14%
35. Partai Uni Demokrasi Indonesia memperoleh suara  140.980, persentase 0,13%
36. Partai Buruh Nasional memperoleh suara  140.980, persentase 0,13%
37. Partai Kebangsaan Merdeka memperoleh suara  104.385, persentase 0,1%
38. Partai Nasional Demokrat memperoleh suara  96.984, persentase 0,09%
39. Partai Aliansi Demokrat Indonesia memperoleh suara  85.838, persentase 0,08%
40. Partai Rakyat Demokratik memperoleh suara  78.730, persentase 0,07%
41. Partai Pekerja Indonesia memperoleh suara  63.934, persentase 0,06%
42. Partai Islam Demokrat memperoleh suara  62.901, persentase 0,06%
43. Partai Musyawarah Rakyat Banyak memperoleh suara  62.006, persentase 0,06%
44. Partai Solidaritas Pekerja Seluruh Indonesia memperoleh suara  61.105, persentase 0,06% 
45. Partai Rakyat Indonesia memperoleh suara  54.790, persentase 0,05%. 
46. Partai Ummat Muslimin Indonesia memperoleh suara  49.839, persentase 0,05%. 
47. Partai Solidaritas Pekerja memperoleh suara  49.807, persentase 0,05%. 
48. Partai Pilihan Rakyat memperoleh suara  40.517, persentase 0,04%. 

Pemilu 2004


Kekecewaan banyak orang kepada jabatannya Presiden Megawati karena banyak isu buruk yg menimpanya spt penjualan aset2 negara spt Indosat, kapal tanker Pertamina, lalu yg paling tidak disukai rakyat adalah melegalkan sistem outsourcing yg dianggap menyengsarakan rakyat dan Presiden Megawati juga dituduh melindungi koruptor. Tapi beberapa media mengatakan bahwa yg melegalkan Outsourcing adalah suami Presiden Megawati yaitu Taufik Kiemas. Dan banyaknya kesalahan2 dituduhkan kepada Presiden Megawati, yg kemungkinan bukan kesalahannya. Di pemilu 2004 ini dirampingkan menjadi 24 partai karena banyak partai di pemilu kemarin yg dianggap tidak layak dengan perolehan suara yg sangat sedikit. Lalu di pemilu ini ada banyak juga partai baru dan di pemilu ini pertama kali dilakukan penghitungannya online meski hasilnya tidak memuaskan. Jumlah suara Tabulasi Nasional Pemilu (TNP) yg awalnya tertatih2 bisa melonjak 70 juta dari hasil penghitungan perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi, makanya banyak rakyat yg kecewa. Sistem di pemilu ini masih sama yaitu memilih DPR, DPRD dari pemilihan partai, tapi ada 3 babak di pemilu ini yaitu saat pemilihan Presiden/Wakil Presiden dilakukan 2x yg awalnya 5 calon dirampingkan menjadi 2 calon. Banyak isu dari media mengatakan bahwa Susilo Bambang Yudhoyono yg saat itu menjadi menteri dari Presiden Megawati, sudah mengincar kursi Wakil Presiden mulai thn 2001. 

Incaran Susilo Bambang Yudhoyono yg masuk menjadi anggota PDIP berharap menjadi Wakil Presiden saat Presiden Megawati ditunjuk menggantikan Presiden sebelumnya yaitu Dr. K. H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Namun Presiden Megawati malah menunjuk Hamzah Haz yg menjadi Wakil Presiden dari PPP dan itulah yg membuat Susilo Bambang Yudhoyono keluar dari PDIP dan mendirikan partai baru yaitu Demokrat. Presiden Megawati merasa sangat kesal dan jengkel karena merasa ditikam dari belakang, sebab sebelumnya Presiden Megawati pernah menanyakan ke Susilo Bambang Yudhoyono apakah dia mau mencalonkan diri menjadi presiden dan jawabannya kurang tegas saat itu. Amien Rais yg menjadi salah satu tokoh Reformasi saat itu merasa yakin akan memenangkan pemilu ini karena didukung dgn kepintarannya dan perolehan suara PAN yg cukup bagus di pemilu kemarin sbg partai baru. Lalu mantan Presiden Dr. K. H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebenarnya ikutan mencalonkan diri menjadi Presiden dgn menunjuk Marwah Daud menjadi calon wakilnya. Tapi KPU bekerjasama dgn Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menggagalkan pencalonan mantan Presiden Dr. K. H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) karena tidak lolos dalam tes kesehatan karena cacat dan ini sempat diprotes keras mantan Presiden Dr. K. H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur). 

Beberapa media memberikan isu yaitu Susilo Bambang Yudhoyono sudah merencanakan taktik saat mencalonkan diri menjadi Presiden yaitu merasa menjadi korban yg dizalimi oleh Presiden Megawati dan dia juga melanjutkan studinya menjadi doctor di IPB dan yg membuat nama Susilo Bambang Yudhoyono menjadi terkenal adalah ketampanannya. Di thn 2003, Susilo Bambang Yudhoyono didukung oleh ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia yaitu Sofjan Wanadi dan disinilah elektabilitas Susilo Bambang Yudhoyono mulai naik dgn bantuan dari pengusaha2 kaya raya dan juga dibantu oleh Abu Rizal Bakrie yg mendanai kampanye Susilo Bambang Yudhoyono. Di pemilihan Capres/Wapres pertama Susilo Bambang Yudhoyono/Jusuf Kalla menang dgn memperoleh suara 39.838.184, lalu Megawati/Hasyim Muzadi memperoleh 31.569.104 suara, Wiranto/Salahuddin Wahid memperoleh 26.286.788 suara, Amien Rais/Siswono Yudo Husodo memperoleh 17.392.931 suara dan Hamzah Haz/Agum Gumelar memperoleh 3.569.861 suara, lalu dilakukan putaran kedua yg memenangkan Susilo Bambang Yudhoyono/Jusuf Kalla yg didukung Demokrat, PKB, PKS, PAN, PBB dan PKP memperoleh 69.266.350 suara dan Megawati/Hasyim Muzadi yg didukung PDI, Golkar, PPP, PBR dan PDS memperoleh 44.990.704 suara. Berikut ini semua ketua partai di pemilu ini sesuai no urut: Sukmawati (PNI Marhaenisme), Mukhtar Pakpahan (PBSD), Yusril Ihza Mahendra (PBB), Adi Sasono (PM), Hamzah Haz (PPP), Ryas Rasyid (PDK), Syahrir (PIB), Erros Djarot (PNBK), Susilo Bambang Yudhoyono (PD), Jenderal (Purn) Edi Sudrajat (PKP), Dimyati Haryanto (PPDI), Sukron Makmun (PNUI), Amien Rais (PAN), Jenderal (Purn) Hartono (PKPB), Alwi Shihab (PKB), Hidayat Nurwahid (PKS), Zainuddin MZ (PBR), Megawati (PDIP), Royandi Hutasoit (PDS), Akbar Tandjung (PG/Golkar), Yapto Suryosumarmo (Partai Patriot), Rahardjo Tjakraningrat (PSI), Usman Sapta Odang (PPD) dan Rachmawati (Partai Pelopor).

Perolehan hasil suara beserta kursi DPR pusat:

1. Partai Golongan Karya memperoleh suara 24.480.757, persentase 21,58% dan kursi 128
2. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan memperoleh suara 21.026.629, persentase 18,53% dan kursi 109
3. Partai Kebangkitan Bangsa memperoleh suara 11.989.564, persentase 10,57% dan kursi 52
4. Partai Persatuan Pembangunan memperoleh suara 9.248.764, persentase 8,15% dan kursi 58
5. Partai Demokrat memperoleh suara 8.455.225, persentase 7,45% dan kursi 57
6. Partai Keadilan Sejahtera memperoleh suara 8.325.020, persentase 7,34% dan kursi 45
7. Partai Amanat Nasional memperoleh suara 7.303.324, persentase 6,44% dan kursi 52
8. Partai Bulan Bintang memperoleh suara 2.970.487, persentase 2,62% dan kursi 11
9. Partai Bintang Reformasi memperoleh suara 2.764.998, persentase 2,44% dan kursi 13
10. Partai Damai Sejahtera memperoleh suara 2.414.254, persentase 2,13% dan kursi 12
11. Partai Karya Peduli Bangsa memperoleh suara 2.399.290, persentase 2,11%  dan kursi 2
12. Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia memperoleh suara 1.424.240, persentase 1,26% dan kursi 1
13. Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan memperoleh suara 1.313.654, persentase 1,16% dan kursi 5
14. Partai Nasional Banteng Kemerdekaan memperoleh suara 1.230.455, persentase 1,08% dan kursi 1
15. Partai Patriot Pancasila memperoleh suara 1.073.139, persentase 0,95%
16. Partai Nasional Indonesia Marhaenisme memperoleh suara 923,159, persentase 0,81% dan kursi 1
17. Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia memperoleh suara 895.610, persentase 0,79%
18. Partai Pelopor memperoleh suara 878.932, persentase 0,77%  dan kursi 2
19. Partai Penegak Demokrasi Indonesia memperoleh suara 855.811, persentase 0,75% dan kursi 1
20. Partai Merdeka memperoleh suara 842.541, persentase 0,74%
21. Partai Sarikat Indonesia memperoleh suara 679.296, persentase 0,6%
22. Partai Perhimpunan Indonesia Baru memperoleh suara 672.952, persentase 0,59%
23. Partai Persatuan Daerah memperoleh suara 657.916, persentase 0,58%
24. Partai Buruh Sosial Demokrat memperoleh suara 636.056, persentase 0,56%

Pemilu 2009


Di pemilu ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diprediksi akan menang telak ketika rakyat terpesona dengan pencitraan dari Presiden yang dinilai sangat sopan, santun, gagah dsb. Partai Demokrat menjadi satu2nya partai baru yang bisa memenangkan pemilu ini dan mereka membuat strategi baru dengan merekrut orang2 yg dikenal banyak masyarakat. Belum lagi keberhasilan Densus 88 yang berhasil memberantas teroris di thn 2005 dan 2007 ini memberikan rapor yg sangat bagus buat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk bisa memenangkan pemilu ini. Lalu saingannya yaitu mantan Presiden Megawati dianggap gagal menangkap gembong teroris saat dia menjabat. Lalu Gubernur Aceh ditangkap karena korupsi di thn 2005 serta penanda-tanganan Mou dgn GAM dsb. Tapi saat pemilihan ini sang wakil presiden yaitu Jusuf Kalla malah menjadi lawannya dan menurut isu yg beredar, sepertinya terjadi perselisihan antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wapres Jusuf Kalla. Kemenangan telak dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini merupakan strategi mereka menggandeng ulama2 dan semua partai Islam ke dalam partai Demokrat, bahkan isunya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dianggap melindungi Front Pembela Islam (FPI), meski beberapa tahun kemudian berselisih paham.

Dan yang menjadi salah satu faktor penting lainnya yaitu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beserta semua anggotanya mengikrarkan sumpah bahwa mereka akan membrantas korupsi, hingga banyak rakyat yg terpesona dgn janji2 dari Partai Demokrat. Banyak sekali iklan di Partai Demokrat yg mengikrarkan "Katakan tidak buat Korupsi" hingga sampai dibuatkan hari Anti Korupsi. Setelah Partai Demokrat menang di pemilu ini, banyak anggota dari mereka terciduk oleh KPK karena kasus korupsi. Proyek Hambalang di Bogor yg digagas sejak thn 2014 ini ternyata menghabiskan dana triliunan rupiah hingga membuat beberapa anggota Partai Demokrat terkena korupsi spt Andi Mallarangeng dan Anas Urbaningrum, belum lagi anggota lainnya yg tertangkap karena korupsi spt Angelina Sondakh, Sutan Bhatoegana, Jero Wacik, Amrun Daulay,  Djufri dsb. Menjelang pemilu 2009 dimulai, sebenarnya calon Wakil Presidennya yaitu Boediono juga terkena kasus bank Century, namun bisa ditutup2i saat itu. Kasus bank Century ini dimulai di thn 2008 yg meminjam uang sebesar 1 triliun rupiah kepada Bank Indonesia yg saat itu pemimpinnya adalah Boediono dan ternyata bank Century mengalami likuiditas. Rakyat Indonesia merasa dibohongi habis2an oleh Partai Demokrat karena memilih mereka menjadi pemenang dan pencitraan yg dilakukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga bagus, hingga membuat rakyat terkagum2 olehnya.

Mantan Presiden Megawati menggandeng Prabowo Subianto di pemilu ini, sedangkan Wapres Jusuf Kalla menggandengan Wiranto. Banyak media yg mengatakan bahwa keputusan mantan Presiden Megawati memilih Prabowo Subianto saat itu adalah salah, karena dia terlibat dengan pelanggaran HAM dan di pemilu ini Prabowo Subianto tidak sekeras di pemilu 2014-2019, makanya dianggap sia2 saja. Lalu Wapres Jusuf Kalla bersama Wiranto hanya dianggap sbg penggembira saja. Belum lagi isu tentang anak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yaitu Edhie Baskoro yg dipanggil Ibas ditangkap oleh aparat Australia karena narkoba dan dia dibebaskan dgn syarat yaitu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus membebaskan warga Australia yg bernama Schapelle Corby yg terkena kasus sama yaitu narkoba. Setelah memenangkan pemilu ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dianggap lemah/penakut dan menang gaya saja, karena tidak berani membubarkan FPI, padahal FPI berani menantangnya di thn 2013 dan juga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono takut saat mau mengunjungi Belanda. Di pemilihan Capres/Wapres yg menjadi pemenangnya adalah Susilo Bambang Yudhoyono/Boediono yg meraih 73.874.562 suara, Megawati/Prabowo meraih 32.548.105 suara dan Jusuf Kalla/Wiranto meraih 15.081.814 suara. Bambang Yudhoyono/Boediono langsung menang karena mereka berhasil menang lebih dari 50% yaitu memperoleh 60,80%, sedangkan lawannya meraih 26,79% dan 12,41%.

Kemenangan dari Susilo Bambang Yudhoyono/Boediono ini didukung oleh banyak partai spt PD, PKB, PPP, PAN, PKS, PBB, PDS, PKPB, PBR, PPRN, PKPI, PDP, PPPI, PRN, PNBK, PMB, PPI, PP, PKDI, PIS, PPIB, PPNUI dan PPDI. Lalu Megawati/Prabowo didukung oleh beberapa partai spt PDIP, Gerindra, PK, PKP, PNI Marhaenisme, PB, PSI dan PM, lalu Jusuf Kalla/Wiranto didukung oleh sedikit partai yaitu PG, PH dan PDK. Berikut ini nama2 ketua partai sesuai dengan no. urut : Wiranto (Hanura), HR. Hartono (PKPB), DR. Daniel Hutapea (PPPI), Brigjen T.H. Sinambela (PPRN), Suhardi (Gerindra), Ir. Silo Marbun (PBN), Jend TNI (Purn) Edi Sudrajat (PKPI), Tifatul Sembiring (PKS), Soetrisno Bachir (PAN), Dr. Nurmala Kartini Sjahrir (PPIB), H. Ibrahim Basrah, SH (PK), Oesman Sapta (PPD), Muhaimin Iskandar (PKB), Hasanuddin Yusuf (PPI), Sukmawati (PNI Marhaenisme), H. Roy BB Janis, SH, MH (PDP), Jacson AW Kumaat (PKP), Imam Addaraqutni (PMB), H. Dimmy Haryanto (PPDI), Prof. DR. Ryaas Rasyid (PDK), Letjen. (Purn) Drs. H. Syahrir, MS,SE (PRN), Rachmawati (PP), Jusuf Kalla (PG), Suryadharma Ali (PPP), Ruyandi Hutasoit (PDS), Eros Djarot (PNBK), Hamdan Zoelva (PBB), Megawati (PDIP), KH Zainuddin MZ (PBR), Yapto Soerjosoemarno SH (PP), Hadi Utomo (PD), Stefanus Roy Rening, SH.,MH. (PKDI), Budiyanto Darmastono, SE (PIS), Drs. H. Choirul Anam (PKNU), Hasannudin M Kholil (PM), Syukron Ma'mun (PPNUI), Rahardjo Tjakraningrat (PSI) dan Muchtar Pakpahan (PB).

1. Partai Hanura 3.922.870 (3,77)
2. PKPB 1.461.182 (1,40)
3. PPPI 745.625 (0,72)
4. PPRN 1.260.794 (1,21)
5. Gerindra 4.646.406 (4,46)
6. Barnas 761.086 (0,73)
7. PKPI 934.892 (0,90)
8. PKS 8.206.955 (7,88)
9. PAN 6.254.580 (6,01)
10. PPIB (0,19)
11. Partai Kedaulatan 437.121 (0,42)
12. PPD 550.581 (0,53)
13. PKB 5.146.122 (4,94)
14. PPI 414.043 (0,40)
15. PNI Marhaenisme 316.752 (0,30)
16. PDP 896.660 (0,86)
17. Pakar Pangan 351.440 (0,34)
18. PMB 414.750 (0,40)
19. PPDI 139.554 (0,13)
20. PDK 669.417 (0,64)
21. Republika-N 630.780 (0,64)
22. Partai Pelopor 341.914 (0,33)
23. Golkar 15.037.757 (14,45)
24. PPP 5.533.214 (5,32)
25. PDS 1.541.592 (1,48)
26: PNBK 468.696 (0,45)
27. PBB 1.864.752 (1,79)
28. PDI-P 14.600.091 (14,03)
29. PBR 1.264.333 (1,21)
30. Partai Patriot 547.351 (0,53)
31. Demokrat 21.703.137 (20,85)
32. PDKI 252.293 (0,31)
33. PIS 320.665 (0,31)
34. PKNU 1.327.593 (1,43)
41. Partai Merdeka 111.623 (0,11)
42. PPNUI 146.779 (0,14)
43. PSI 140.551 (0,14)
44. Partai Buruh 266.203 (0,25)



Pemilu 2014



Sebelum Pemilihan Umum dimulai semua partai mengusung caleg-caleg terbaik mereka untuk bisa memperoleh suara terbanyak nanti saat pencoblosan di tanggal 9 April 2014. Semua caleg berlomba-lomba mengerahkan tenaganya supaya bisa duduk di kursi DPR, mulai dari Dapil I-XI. Awalnya seluruh partai sudah menyiapkan calon2 Presiden jika partainya bisa memperoleh suara yang banyak, seperti :

1. Nasdem : Surya Paloh              2. PKB : Rhoma Irama              3. PKS : Anis Matta

4. PDI : Jokowi                            5. Golkar : A.R. Bakrie             6. Gerindra : Prabowo

7. Demokrat : Dahlan Iskan         8. PAN : Hatta Rajasa               9. PPP : Suryadharma Ali

10. Hanura : Wiranto                   14. PBB : Yusril I.M                 15. PKPI : Sutiyoso 


Semua partai diperkirakan mengeluarkan uang Milyaran rupiah untuk mempromosikan partainya ke masyarakat Indonesia yang sedang dilanda kebimbangan atas banyaknya korupsi di lembaga pemerintahan. Dan para pakar politisi memperkirakan bahwa efek dari Jokowi benar2 mengena pada seluruh masyarakat Indonesia. Pujian masyarakat dan media kepada Jokowi saat itu benar2 membawa Jokowi berada di puncak ketenaran. Tapi banyak juga calon2 presiden yang berusaha tampil bagus di masyarakat dan media seperti Prabowo yg selalu tampil gagah dan tegas dihadapan pendukungnya. PKB sengaja mengajak si Raja Dangdut yaitu Rhoma Irama untuk bisa mendongkrak suara PKB. Aburizal Bakrie yg namanya ikut disingkat menjadi ARB mengiklankan partainya Golkar di TVOne & ANTV secara besar2an, Surya Paloh pun juga mempopulerkan Nasdem di MetroTV secara besar2an ditambah lagi Harry Tanoe yg dulunya ikut Nasdem terus pindah ke Hanura juga mempopulerkan Hanura di RCTI, GlobalTV, MNCTV dll.


Demokrat yang dirundung masalah korupsi mulai dari Anas Urbaningrum, Andi Malarangeng, Angelina Sondakh, M.Nazaruddin, Hartati Murdaya dsb. Begitu juga PKS mulai dari Ahmad Fathanah, Luthfi Hasan dsb. PAN merasa aman karena calonnya yaitu Hatta Rajasa adalah besan dari Presiden Indonesia saat itu yaitu SBY. Sisi negatif Hatta Rajasa yaitu menutupi kasus tabrakan yg dibuat anaknya hingga mengakibatkan orang yg ditabrak itu tewas, sama juga SBY yg diduga menutupi kasus anaknya yg ikut korupsi bersama Anas.  Pertengkaran Surya Paloh dan Harry Tanoe membuat mereka sulit untuk maju ke langkah berikutnya. Konflik internal yang terjadi di kubu PPP mulai terdengar di media. Imej jelek Aburizal Bakrie atas kasus Lumpur Lapindo pun menyulitkan langkahnya maju ke calon ke-presiden-an. Sedangkan Yusril & Sutiyoso pun sepertinya tak terlalu menggembar-gemborkan partainya yaitu PBB & PKPI di media dan masyarakat yg kemungkinan mempunyai dana yang minim sehingga seperti pasrah saja atas apa yang terjadi pada pemilu mendatang. Dari semua calon2 yg disebutkan ada 2 nama yg masih bagus dan banyak dipilih rakyat yaitu Jokowi dan Prabowo. Sayangnya Prabowo tak mau dicalonkan jadi wakil Presiden meski apapun nanti yg terjadi karena di pemilu sebelumnya Prabowo pernah jadi calon wakil Presiden bersama Megawati yg akhirnya dikalahkan oleh SBY dan Boediono.


Hasil Rekapitulasi Pemilu 2014 di seluruh Indonesia yaitu :

1. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan      18,65 %

2. Partai Golongan Karya                                14,87 %

3. Partai Gerakan Indonesia Raya                    11,40 %

4. Partai Demokrat                                           10,26 %

5. Partai Kebangkitan Bangsa                            9,43 %

6. Partai Amanat Nasional                                 7,61 %

7. Partai Nasional Demokrat                              6,68 %

8. Partai Keadilan Sejahtera                               6,61 %

9. Partai Persatuan Pembangunan                      6,52 %

10. Partai Hati Nurani Rakyat                            5,41 %

11. Partai Bulan Bintang                                    1,60 %

12. Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia      0,97 %

13. Partai Aceh                                                   0,02 %

14. Partai Nasional Aceh                                    0,006 %

15. Partai Damai Aceh                                        0,002 %


Dari semua hasil itu ditentukan 2 calon Presiden beserta wakilnya untuk memimpin negara Indonesia. Hasilnya PDI-P, PKB, Nasdem, Hanura & PKPI berkoalisi dengan mengusung Joko Widodo sebagai calon Presiden dan Jusuf Kalla sebagai calon Wakil Presiden. Di kubu lain Gerindra, Golkar, Demokrat, PAN, PKS, PPP & PBB berkoalisi dengan mengusung Prabowo Subianto sebagai calon Presiden dan Hatta Rajasa sebagai calon Wakil Presiden.



Aceh : Gerindra (366.385 suara)

            Demokrat (352.009), Nasdem (271.577), PAN (241.196), Golkar (232.500)

            PPP (200.731), PKS (179.808), PDI (145.700), PKB (137.656), Hanura (88.182)

            PDA (72.721), PBB (67.506), PKPI (32.979)



SumUt :  Golkar (1.004.498 suara)

                PDI (956.428), Gerindra (816.642), Demokrat (728.699), PAN (500.672)

                Hanura (465.139), PKS (441.565), Nasdem (412.448), PPP (314.944)

                PKB (255.058), PBB (129.700), PKPI (98.566)



SumBar: Golkar (403.249 suara)

                Gerindra (348.280), Demokrat (302.231), PAN (226.648), Nasdem (214.493)

                PPP (206.296), PKS (205.760), PDI (184.065), Hanura (136.148)

                PKB (88.370), PBB (65.693), PKPI (24.106)



Riau : Golkar (544.986 suara)

           PDI (374.478), PAN (266.730), Demokrat (261.204), Gerindra (260.074)

           PKB (216.842), PKS (190.003), PPP (187.201), Nasdem (165.854)

           Hanura (112.706), PBB (62.629), PKPI (27.328)



Kep. Riau : PDI (132.412 suara)

                    PAN (119.044) Nasdem (95.848), Golkar (95.354), Gerindra (91.942)

                    Demokrat (81.150), PKS (66.095), Hanura (50.736), PPP (37.760)

                    PKB (28.976), PBB (11.913), PKPI (11.106)



Jambi : Golkar (288.724 suara)

              PDI (274.143), Demokrat (235.471), Gerindra (193.970), PAN (179.438)

              PKB (105.551), PPP (104.628), Nasdem (98.336), Hanura (85.439)

              PKS (70.303), PBB (39.203), PKPI (16.752)



SumSel : PDI (692.847 suara)

                Golkar (660,932), Gerindra (505,386), Demokrat (396.365)

                PAN (333.450), PKB (279.288), Nasdem (277.404), PKS (242.516)

                Hanura (216.553), PPP (168.762), PBB (124.136), PKPI (45.220)



Bangka-Bel  : PDI (137.085 suara)

                        Golkar (71.063), Demokrat (62.718), PPP (52.370), Nasdem (47.763)

                        PAN (46.308), PKS (41.897), Gerindra (37.250), Hanura (31.748)

                        PBB (24.519), PKB (22.662), PKPI (8.066)



Bengkulu : Nasdem (130.759 suara)

                   PDI (119.296), Gerindra (108.507), PAN (92.680), Golkar (92.612)

                   PKB (81.522), PKS (75.826), Demokrat (74.443), PPP (61.856)

                   Hanura (49.668), PKPI (18.923), PBB (17.663)



Lampung : PDI (711.346 suara)

                    Gerindra (538.643), Demokrat (470.792) Golkar (464.318)

                    PAN (421.464), PKS (352.971), PKB (333.767), Nasdem (304.422)

                    Hanura (232.196), PPP (148.105), PBB (45.482), PKPI (35.994)



Jakarta : PDI (1.410.173 suara)

                Gerindra (610.780), PKS (537.905), PPP (497.852), Golkar (434.428)

                Demokrat (351.993), Hanura (286.752), PKB (239.181), Nasdem (231.530)

                PAN (211.540), PBB (51.558), PKPI (27.342)


Banten : PDI (815.517 suara)

               Golkar (650.492), Gerindra (641.510), Demokrat (502.954), PPP (410.960)

               PKS (391.847), PKB (350.146), PAN (348.628), Nasdem (316.865)

               Hanura (274.292), PBB (89.210), PKPI (49.438)



JaBar : PDI (4.159.411 suara)

              Golkar (3.540.629), Gerindra (2.378.762), Demokrat (1.931.014)

              PKS (1.903.548), PPP (1.631.804), PKB (1.572.734), PAN (1.391.480)

              Hanura (1.157.286), Nasdem (1.025.728), PBB (368.483), PKPI (119.748)



JaTeng: PDI (4.295.605 suara)

               Golkar (2.497.282), PKB (2.305.442), Gerindra (2.023.080), PAN (1.208.202)

               PPP (1.151.773), Demokrat (1.120.719), PKS (1.076.508), Nasdem (1.035.126)

               Hanura (730.753), PBB (99.132), PKPI (59.838)


Yogyakarta : PDI (570.531 suara)

                       PAN (355.787), Gerindra (244.144), Golkar (200.474), PKS (147.875)

                       Demokrat (146.688), PKB (129.943), Nasdem (107.433), PPP (94.435)

                       Hanura (42.782), PBB (14.162), PKPI (5.199)



JaTim: PDI (3.580.945 suara)

          PKB (3.533.902), Gerindra (2.356.570), Demokrat (2.148.503), Golkar (2.142.221)

             Nasdem (1.495.471), PPP (1.305.355), PAN (1.258.905), Hanura (1.035.233)

             PKS (887.111), PBB (166.684), PKPI (81.900)



Bali : PDI (872.885 suara)

          Golkar (329.620), Demokrat (311.246), Gerindra (219.512), Hanura (77.247)

          Nasdem (60.969), PKB (39.281), PKS (37.090), PKPI (33.985), PAN (23.628)

          PPP (15.047), PBB (3.731)



KalBar: PDI (817.770 suara)

               Golkar (348.986), Gerindra (236.281), Demokrat (196.890), PAN (196.212)

               Nasdem (168.741), PPP (136.564), PKB (117.937), PKS (102.146)

               Hanura (86.741), PKPI (39.181), PBB (30.813)



KalTeng : PDI (350.701 suara)

                  Golkar (141.095), Gerindra (120.019), Nasdem (85.960), PAN (84.259)

                  PPP (79.756), Demokrat (75.467), PKB (67.753), Hanura (50.941)

                  PKS (49.522), PKPI (18.640), PBB (15.431)



KalTim : Golkar (362.238 suara)

                PDI (312.574), Gerindra (222.472), Demokrat (159.977), PKS (144.705)

                PPP (131.381), Nasdem (117.117), Hanura (98.587), PAN (96.998)

                PKB (84.147), PBB (40.586), PKPI (27.567)



KalSel : Golkar (486.314 suara)

              PPP (215.082), PKB (202.893), PDI (192.364), Gerindra (172.398)

              PKS (152.108), Nasdem (102.431), Demokrat (101.071), Hanura (95.110)

              PAN (73.068), PBB (30.734), PKPI (14.358)



SulUt : PDI (449.675 suara)

             Golkar (217.265), Demokrat (163.775), PAN (150.989), Gerindra (146.007)

             Hanura (91.875), Nasdem (69.628), PKS (41.434), PPP (31.601)

             PKB (23.930), PKPI (15.115), PBB (8.562)



SulTeng : Golkar (274.610 suara)

                 Nasdem (171.289), Gerindra (146.007), Demokrat (174.006), PDI (143.106)

                 Hanura (123.646), PAN (97.049), PKS (83.990), PKB (71.783)

                 PPP (52.099), PBB (26.087), PKPI (24.866)



SulTra : PAN (271.231 suara)

               Golkar (178.294), Demokrat (126.724), Gerindra (123.957), PPP (99.140)

               PDI (97.056), Nasdem (90.363), PKS (60.177), PKB (58.772)

               Hanura (40.315), PBB (26.699), PKPI (7.965)



SulSel : Golkar (884.841 suara)

              Gerindra (660.262), Demokrat (489.905), PAN (406.880), PPP (387.784)

              PKS (338.996), Nasdem (316.421), PDI (313.515), Hanura (286.724)

              PKB (168.830), PKPI (92.377), PBB (57.660)



SulBar : Golkar (123.048 suara)

               Demokrat (119.801), Gerindra (98.461), PAN (93.977), PKB (50.166)

               PDI (41.678), PPP (35.619), Nasdem (33.587), Hanura (22.253)

               PKS (21.261), PKPI (13.823), PBB (6.292)



Maluku : PDI (192.731 suara)

                 Golkar (162.549), Gerindra (130.794), PKB (113.294), Nasdem (117.443)

                 Demokrat (66.517), PKS (49.528), PPP (27.702), Hanura (27.120)

                 PAN (26.473), PKPI (14.541), PBB (8.646)



Maluku U. : PDI (122.504 suara)

                      Golkar (85.413), PAN (77.099), PKS (71.757), Nasdem (65.357)

                      Demokrat (50.587), Gerindra (45.594), PBB (30.180), Hanura (23.345)

                      PKB (22.655), PPP (20.000), PKPI (13.154)



Papua : Demokrat (700.150 suara)

              PDI (491.591), Gerindra (303.396), Nasdem (298.176), Golkar (257,767)

              PKB (251.772), PAN (193.145), PKS (159.653), Hanura (135.257)

              PPP (105.766), PKPI (50.342), PBB (16.265)



Papua Barat : Golkar (160.242 suara)

                         Demokrat (143.869), PDI (89.334), PAN (45.242), Gerindra (30.175)

                         Nasdem (27.401), PKB (18.174), Hanura (17.430), PKS (13.961)

                         PPP (11.325), PKPI (10.760), PBB (5.812)



NTB : Golkar (333.282 suara)

            Demokrat (318.713), Gerindra (263.621), PKS (253.870), Hanura (222.410)

            PAN (196.074), PDI (189.569), PKB (182.320), PPP (172.421)

            Nasdem (154.981), PBB (83.768),  PKPI (41.460)



NTT : Golkar (452.196 suara),

            PDI (403.821), Demokrat (316.010), Nasdem (270.964), Gerindra (233.929)

            PAN (205.905), Hanura (148.255), PKB (130.925), PKS (61.999)

            PKPI (59.973), PBB (40.909), PPP (30.275)



Gorontalo : Golkar (310.790 suara)

                    Gerindra (49.342), Demokrat (47.662), PAN (41.222), PDI (40.606)

                    Hanura (36.640), PPP (31.114), PKS (26.499), Nasdem (20.930)

                    PBB (16.172), PKB (13.285), PKPI (2.392)





Hasil Pemilihan Presiden yang diadakan pada tanggal 9 Juli 2014 di Indonesia telah digelar dan pemenangnya adalah pasangan pak Joko Widodo bersama pak Jusuf Kalla dgn meraih 53,15% dan pasangan pak Prabowo Subianto bersama pak Hatta Rajasa meraih 46,85%, hasilnya lengkapnya sebagai berikut :

Provinsi                  Prabowo-Hatta     Jokowi-JK

Aceh                           1.089.290           913.309

Sumut                         2.831.514        3.494.835

Sumbar                       1.797.505           539.308

Sumsel                        2.132.163        2.027.049

Jambi                             871.316           897.787

Riau                            1.349.338        1.342.817

Kep. Riau                      332.908           491.819

Kep. Babel                    200.706           412.359

Bengkulu                       433.173           523.669

Lampung                    2.033.924        2.299.889

Banten                        3.192.671        2.398.631

DKI Jakarta                2.528.064        2.859.894

DI Yogyakarta              997.342         1.234.249

Jawa Barat                14.167.381        9.530.315

Jawa Tengah               6.485.720      12.959.540

Jawa Timur               10.277.088       11.669.313

Bali                                614.241         1.535.110

NTB                            1.844.178           701.238

NTT                               769.391        1.488.076

Kalbar                         1.032.354        1.573.046

Kalsel                             941.809           939.738

Kalteng                           468.277           696.199

Kaltim                             687.734        1.190.156

Sulbar                              165.494          456.021

Sulsel                            1.214.857       3.037.026

Sulteng                            632.009           767.151

Sultra                               511.134           622.217

Sulut                                620.095           724.553

Gorontalo                        378.735           221.497

Maluku                            433.981           443.040

Maluku Utara                  306.792           256.601

Papua Barat                    172.528            360.379

Papua                              769.132         2.026.735

Pemilu 2019



Di pemilu ini bisa dikatakan pertandingan ulang atau re-match antara Presiden Joko Widodo dengan Prabowo Subianto, tapi dengan wakilnya yg berbeda. Presiden Joko Widodo sebagai petahana ingin melanjutkan hasil kerjanya selama 4,5 thn dengan membangun banyak infrastruktur di seluruh Indonesia, lalu kartu-kartu yg meringankan beban rakyat dll. Sedangkan dari kubu oposisi yaitu Prabowo Subianto ingin menawarkan ide tentang sistem mekanisme yg cepat tanpa banyak kartu serta ingin menjaga kekayaan Indonesia supaya tidak dikuasai pihak asing dll. Perekrutan wakil Presiden antara kedua belah pihak pun sama-sama menuai polemik dan kontroversi. Dari pihak Presiden Joko Widodo yaitu ketika memilih K.H. Ma'aruf Amin sebagai wakilnya sempat membuat kecewa pendukungnya, karena K.H. Ma'aruf Amin yg ikut menjebloskan mantan Gubernur Jakarta ke penjara yaitu BTP (Ahok) yg merupakan teman dekat Presiden Joko Widodo. Padahal saat itu digadang-gadang yg dipilih adalah Prof. Mahfud MD yg akhirnya tidak dipilih karena kondisi yg sangat rasis saat itu. Sedangkan dari kubu Prabowo Subianto juga sebenarnya banyak pilihan yaitu Agus Harimurti Yudhoyono (anak dari mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono) dan Yusril Ihzra Mahendra. Namun sayangnya Prabowo Subianto malah memilih wakil Gubernur Jakarta yg masih aktif saat itu yaitu Sandiaga Uno, hingga membuat pihak partai Demokrat sempat marah besar kepada Prabowo Subianto, meski akhirnya tetap mendukung mereka dgn setengah hati.

Pemilu 2019 ini bisa dikatakan pemilu terburuk di Indonesia karena maraknya isu rasis dan politik agama yg terjadi saat itu. Indonesia yg mempunyai ideologi Pancasila dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika serasa tak berguna ketika isu rasis terjadi di pemilu ini. Semua itu berawal dari pemilihan Gubernur Jakarta thn 2017 yg saat itu Gubernur BTP (Ahok) melawan Anies Baswedan. Awalnya  Gubernur BTP (Ahok) diprediksi bakal memenangkan pencalonan Gubernur Jakarta 2017, namun dari kubu Anies Baswedan mengerahkan seluruh kekuatannya dengan menggandeng habib, ustad, kiai dan pemimpin agama Islam lainnya untuk menjatuhkan Gubernur BTP (Ahok) dan akhirnya berhasil. Momen-momen seperti itu akhirnya dilakukan juga di pemilu 2019 dan Prabowo Subianto menggandeng banyak sekali pemimpin agama Islam untuk mengerahkan jamaahnya yg besar dengan memenangkan Prabowo Subianto menjadi Presiden thn 2019. Prabowo Subianto mengerahkan seluruh kekuatan organisasi Islam radikal/garis keras untuk mengalahkan kekuatan Presiden Joko Widodo. Namun taktik dari Presiden Joko Widodo pun juga bagus yaitu dengan menggandeng K.H. Ma'aruf Amin untuk bisa menetralkan suasana yg terjadi di Indonesia ini. Banyak sekali pemimpin-pemimpin Islam garis keras mendukung Prabowo Subianto seperti Habib Rizieq, Habib Bahar-Smith, Ustad Abdul Somad, Aa Gym dsb. Rakyat Indonesia ternyata masih bisa diadu domba dengan kejadian-kejadian rasisme antar agama dan suku di thn 2019 ini.

Selain itu, perang di dunia media sosial sangat marak dan gencar yaitu antara pendukung Presiden Joko Widodo yg disebut dengan cebong, sedangkan pendukung Prabowo Subianto yg disebut dengan kampret. Perang cyber antara cebong vs kampret benar-benar sangat panas dan hampir mengenai semua sisi jikalau kita posting sesuatu di media sosial. Sebenarnya di pemilu 2014 juga panas, tapi lebih panas lagi di thn 2019 karen adanya isu agama yg terus-terusan digoreng hingga membuat agama Islam menjadi tercemar karena politik thn 2019. Serangan di dunia maya dan dunia nyata juga banyak terjadi di Indonesia thn 2019 hingga meresahkan banyak orang yg sebenarnya menginginkan kedamaian, tapi tidak bisa karena situasi yg tidak bagus. Beberapa orang yg mendukung keduanya ada juga yg tertangkap KPK/Polisi yaitu Ketua partai PPP yaitu Romzy ditangkap KPK dan anggota partai Demokrat yaitu Andi Arief juga ditangkap. Serangan dari Sandiaga Uno yaitu mengatakan tempe setipis kartu ATM, lalu beli makanan di Indonesia lebih mahal dari Singapura dsb. Prabowo Subianto juga mengkritik masa pemerintahan Presiden Joko Widodo yg dianggap menguntungkan pihak asing dan banyaknya pengangguran di Indonesia. Tapi pihak dari Prabowo Subianto mendapatkan pukulan telak ketika anak buahnya yaitu Ratna Sarumpaet ketahuan membuat kabar bohong (hoax) ketika dikabarkan dipukuli banyak orang di Bandung dengan wajahnya yg terlihat memar, ternyata dia ketahuan sedang melakukan operasi plastik.


Hasil Pemilu 2019 :

1. Ir. Joko Widodo/Prof. KH. Ma'ruf Amin 55,32% (84.646.196 orang)
2. Prabowo Subianto/Sandiaga Uno M.B.A 44,68% (68.357.813 orang)

Detail hasil Pemilihan Presiden 2019-2024 di seluruh provinsi :

1. Aceh
Prabowo-Sandiaga (2.387.904), Jokowi-Ma'ruf (402.474)

2. Sumatera Utara
Jokowi-Ma'ruf (3.921.733), Prabowo-Sandiaga (3.578.597)

3. Sumatera Barat
Prabowo-Sandiaga (2.485.265), Jokowi-Ma'ruf (407.638)

4. Jambi
Prabowo-Sandiaga (1.200.255), Jokowi-Ma'ruf (858.738)

5. Riau
Prabowo-Sandiaga (1.973.298), Jokowi-Ma'ruf (1.246.888)

6. Kepulauan Riau
Jokowi-Ma'ruf (548.388), Prabowo-Sandiaga (462.666)

7. Sumatera Selatan
Prabowo-Sandiaga (2.832.745), Jokowi-Ma'ruf (1.916.832)

8. Kepulauan Bangka Belitung
Jokowi-Ma'ruf (495.500), Prabowo-Sandiaga (288.097)

9. Bengkulu
Prabowo-Sandiaga (585.598), Jokowi-Ma'ruf (582.845)

10. Lampung
Jokowi-Ma'ruf (2.845.798), Prabowo-Sandiaga (1.951.645)

11. Banten
Prabowo-Sandiaga (4.045.338), Jokowi-Ma'ruf (2.530.608)

12. Jawa Barat
Prabowo-Sandiaga (16.044.787), Jokowi-Ma'ruf (10.729.229)

13. Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Jokowi-Ma'ruf (3.269.971), Prabowo-Sandiaga (3.057.851)

14. Jawa Tengah
Jokowi-Ma'ruf (16.784.716), Prabowo-Sandiaga (4.939.445)

15. Daerah Istimewa Yogyakarta
Jokowi-Ma'ruf (1.640.789), Prabowo-Sandiaga (735.789)

16. Jawa Timur
Jokowi-Ma'ruf (16.189.282), Prabowo-Sandiaga (8.419.928)

17. Kalimantan Utara
Jokowi-Ma'ruf (247.352), Prabowo-Sandiaga (105.498)

18. Kalimantan Barat
Jokowi-Ma'ruf (1.707.147), Prabowo-Sandiaga (1.260.600)

19. Kalimantan Tengah
Jokowi-Ma'ruf (828.596), Prabowo-Sandiaga (536.213)

20. Kalimantan Timur
Jokowi-Ma'ruf (1.093.148), Prabowo-Sandiaga (870.043)

21. Kalimantan Selatan
Prabowo-Sandiaga (1.467.906), Jokowi-Ma'ruf (823.219)

22. Bali
Jokowi-Ma'ruf (2.342.628), Prabowo-Sandiaga (212.586)

23. Sulawesi Utara
Jokowi-Ma'ruf (1.218.303), Prabowo-Sandiaga (359.131)

24. Gorontalo
Jokowi-Ma'ruf (369.338), Prabowo-Sandiaga (344.798)

25. Sulawesi Barat
Jokowi-Ma'ruf (474.852), Prabowo-Sandiaga (263.345)

26. Sulawesi Tengah
Jokowi-Ma'ruf (913.753), Prabowo-Sandiaga (705.310)

27. Sulawesi Tenggara
Prabowo-Sandiaga (840.029), Jokowi-Ma'ruf (554.247)

28. Sulawesi Selatan
Prabowo-Sandiaga (2.807.109), Jokowi-Ma'ruf (2.117.839)

29. Nusa Tenggara Barat
Prabowo-Sandiaga (2.009.305), Jokowi-Ma'ruf (950.480)

30. Nusa Tenggara Timur
Jokowi-Ma'ruf (2.362.041), Prabowo-Sandiaga (305.615)

31. Maluku Utara
Prabowo-Sandiaga (344.366), Jokowi-Ma'ruf (310.585)

32. Maluku
Jokowi-Ma'ruf (591.661), Prabowo-Sandiaga (394.493)

33. Papua
Jokowi-Ma'ruf (2.354.311), Prabowo-Sandiaga (209.759)

34. Papua Barat
Jokowi-Ma'ruf (437.630), Prabowo-Sandiaga (108.924)

35. Luar Negeri
Jokowi-Ma'ruf (577.637), Prabowo-Sandiaga (223.575)



Hasil Rekapitulasi pemenang Legislatif  seluruh Indonesia di Pemilu 2019 :

1. PDIP  memperoleh suara 27. 053.961 (19,33%)

2. Gerindra memperoleh suara 17. 594.839 (12,57%)

3. Golkar memperoleh suara 17. 229.789 (12,31%)

4. PKB memperoleh suara 13. 570.097 (12,57%)

5. Nasdem memperoleh suara 12. 661.792 (9,05%)

6. PKS memperoleh suara 11. 493.663 (8,21%)

7. Demokrat memperoleh suara 10. 876.507 (7,77%)

8. PAN memperoleh suara 9. 572.623 (9,05%)

9. PPP memperoleh suara 6.232.147 (4,52%)

10. Perindo memperoleh suara 3.738.320 (2,67%)

11. Berkarya memperoleh suara 2.929.495 (2,09%)

12. PSI memperoleh suara 2.650.361 (1,89%)

13. Hanura memperoleh suara 2.161.507 (1,54%)

14. PBB memperoleh suara 1.099.848 (0,79%)

15. Garuda memperoleh suara  702.536 (0,5%)

16. PKPI memperoleh suara 312.775 (0,22%)


Pemilu 2024

Di Pemilu kali ini, Prabowo Subianto kembali lagi mencalonkan diri menjadi capres yang ke 3x (wapres 1x). Namun untuk yg pencalonan yg terakhir ini, Prabowo Subianto menggunakan taktik atau cara yg jitu supaya bisa meraih kemenangan yg pertama kalinya. Kekalahan yg ke 2x-nya Prabowo Subianto dimanfaatkan dengan sangat baik, yaitu tidak menjadi oposisi seperti tahun sebelumnya, dan mau menerima ajakan Presiden Joko Widodo masuk ke Kabinet Indonesia Maju di thn 2019. Presiden Joko Widodo menunjuk Prabowo Subianto menjadi Menteri Pertahanan, meski tangan kanan Prabowo Subianto saat itu yg Bernama Fadli Zon masih "nyinyir" kepada Presiden Joko Widodo. Beberapa masyarakat banyak yg menolak dengan gabungnya Prabowo Subianto ke pemerintahan dan partainya yaitu Gerindra pasti ikut bergabung juga. Badai Covid 19 (virus Corona) melanda dunia dan pastinya Indonesia terkena dampak yg sangat besar. Wabah Covid 19 membuat banyak orang terkena PHK massal, hingga pemerintah mencari cara dengan memberikan bantuan berupa uang dan bahan2 makanan. Rumah Sakit dan dokter kewalahan dengan banyaknya pasien setiap harinya, apalagi saat itu vaksinnya masih butuh beberapa bulan baru bisa didapatkan. Pemerintah membuat aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk menghambat menyebarnya virus Corona, dan pasien yg terkena virus harus di karantina atau isolasi diri. Presiden Joko Widodo bersama Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi yaitu Luhut Binsar Panjaitan berjibaku menangani virus Corona ini, supaya Indonesia tidak Lock-down. Pemerintah dianggap berhasil menangani wabah virus Covid 19, meskipun ada yg pro dan kontra.

Setelah 2 tahun lebih, pemerintah berjibaku menangani virus Corona ini hingga banyak korban jiwa yg berjatuhan, akhirnya vaksin untuk virus tsb bisa digunakan untuk banyak orang dan lambat laun wabah virus Corona mulai meredup. Wabah virus Corona dianggap selesai dan semua orang di Indonesia bisa tenang dan menjalani aktivitasnya sehari2 tanpa ketakutan lagi, hingga bisa melepas masker. Selesainya prahara virus Corona ini, membuat Prabowo Subianto menyusun rencana dengan mendekati Presiden Joko Widodo, hingga rela bersilahturahmi ke kediamannya Presiden Joko Widodo saat merayakan Idul Fitri. Kedekatan Prabowo Subianto dengan Presiden Joko Widodo menjadi awal hancurnya keharmonisan Presiden Joko Widodo dengan ketua umum PDI-P yaitu bu Megawati. Presiden Joko Widodo pertama kali menjadi kader PDI-P di thn 2004 ketika dia bertemu dengan orang PDI-P di Solo yaitu FX Hadi Rudyatmo. Hampir semua kader Gerindra yg dulunya suka mengkritik keras Presiden Joko Widodo, akhirnya semuanya berubah mendukung dan memuji kinerja Presiden Joko Widodo. Prahara yg terjadi antara ketua umum Nasdem yaitu Surya Paloh dengan ketua umum PDI-P yaitu bu Megawati terendus oleh media, makanya Surya Paloh mendekati Gubernur Jakarta saat itu yaitu Anies Baswedan untuk dijadikan capresnya. PDI-P yg bisa mencalonkan sendiri sepertinya membuat banyak orang penasaran, karena saat itu ada 2 kandidat kuat yg akan dicalonkan menjadi capresnya yaitu antara Puan Maharani dan Ganjar Pranowo. Puan Maharani yg merupakan putrinya ibu Megawati sekaligus ketua DPR RI saat itu digadang2 akan menjadi capres di thn 2024 dan baliho/spanduknya sudah tersebar dimana2. Sedangkan Ganjar Pranowo yg saat itu menjadi Gubernur Jawa Tengah menjadi calon kuat karena dianggap sebagai penerus Presiden Joko Widodo.

PDI-P dengan menggandeng PPP, Perindo dan Hanura menetapkan Ganjar Pranowo sebagai capresnya dan setelah itu menunjuk Mahfud MD sebagai cawapresnya. Gerindra menggandeng banyak partai besar yaitu Golkar, PAN, Demokrat, PBB, PSI, Gelora tetap mencalonkan Prabowo Subianto dan menggandengan Gibran Raka. Lalu Nasdem dari awal sudah memilih Anies Baswedan dengan menggandeng partai PKS dan PKB, lalu wakilnya yg dipilih adalah Muhaimin Iskandar. Banyak prahara yg terjadi sebelum pencalonan capres, antara lain: Golkar dan PAN hampir bergabung dengan PDI-P, namun batal karena berbagai alasan. Yang cukup mengejutkan saat itu, yaitu dari awal koalisi pertama kali dibangun oleh Nasdem dan Demokrat dengan menggandengkan Anies Baswedan dengan Agus Harimukti Yudhoyono (anak dari Susilo Bambang Yudhoyono). Namun banyaknya lika-liku dalam dunia politik, hingga akhirnya terjadi keretakan dan membuat Nasdem mendepak Demokrat beserta Agus Harimukti Yudhoyono saat beberapa bulan diputuskan pencalonannya. Demokrat mencoba mendekati PDI-P akhirnya gagal dan terpaksa memilih bergabung bersama Gerindra yg mereka namakan Koalisi Indonesia Maju. Dari 2 tahun sebelum menjelang Pemilu, nama Ganjar Pranowo diperingkat paling atas sebagai kandidat kuat calon Presiden 2024. PDI-P sebagai partai pemenang diguncang banyak permasalahan hingga membuat sebagian anggotanya keluar dan bergabung dengan Prabowo Subianto, mereka adalah Budiman Sudjatmiko dan Maruar Sirait. Partai anak2 muda yaitu PSI yg paling awal menetapkan pilihannya mendukung Ganjar Pranowo akhirnya berubah haluan mendukung Prabowo Subianto karena banyaknya "drama" yg terjadi di dunia politik. Kebetulan juga saat itu PSI baru saja mencalonkan anak Joko Widodo yaitu Kaesang Pangarep menjadi ketua umum PSI. 

Kejanggalan Pemilu kali ini pertama kali ditemui yaitu Ketika batas maksimum usia calon wakil Presiden yg harusnya minimal diusia 40 thn akhirnya diubah oleh MK menjadi usia 35 thn dengan beberapa ketentuan. Kebetulan saat itu ketua MK saat itu adalah adik iparnya Presiden Joko Widodo yaitu Anwar Usman. Prosedur akhirnya diubah secara tiba2 dan akhirnya Gibran Raka yg saat itu berusia 35 thn terpilih menjadi Wakil Presidennya Prabowo Subianto, padahal saat itu Gibran Raka statusnya masih menjadi kader PDI-P. Keputusan itu memberikan banyak polemik dan permasalahan di dunia politik, hingga Anwar Usman yg saat itu menjadi pamannya Gibran Raka dipecat dari jabatannya. PDI-P sepertinya ragu memasangkan Gibran Raka dengan Ganjar Pranowo karena sama2 kader PDI-P. Ketua umum PKB yaitu Muhaimin Iskandar yg saat itu bergabung dengan Prabowo Subianto merasa harapannya pupus karena berkeinginan menjadi Wakil Presidennya. PKB memutuskan keluar dari koalisinya Gerindra, karena Surya Paloh menawarkan Muhaimin Iskandar menjadi Wakil Presidennya Anies Baswedan dan itu diterima oleh Muhaimin Iskandar. Bu Megawati merasa tidak enak ketika pak Mahfud MD yg gagal menjadi wakil Presiden Joko Widodo di thn 2019, padahal hampir pasti meski akhirnya digeser oleh H. Ma'aruf Amin. Pakaian Mahfud MD yg kemarin tidak jadi dipakai akhirnya dipakai lagi, dan saat itu posisi Mahfud MD menjadi Menteri Kopolhukam. Selama 3-4 bulan terakhir menjelang Pemilu, nama Prabowo Subianto melejit dan posisinya diatas di berbagai lembaga survey, walaupun terjadi banyak kontroversi. Ketika Pemilu dilaksanakan, pilihan dari berbagai lembaga survey benar, karena Prabowo Subianto-Gibran Raka menang di provinsi2 besar. Kemenangan mereka diprotes oleh partai2 lawannya seperti PDI-P, Nasdem, PKS, Perindro, PPP dsb karena disinyalir terjadi banyak kecurangan hingga melaporkan ke MK. 

Hasil Perolehan Partai

1. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), memperoleh 25.387.279 16,72 suara.
2. Partai Golongan Karya (Golkar), memperoleh 23.208.654 15,28 suara.
3. Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), memperoleh20.071.708 13,22 suara.
4. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), memperoleh 16.115.655 10,61 suara.
5. Partai Nasional Demokrat (NasDem), memperoleh 14.660.516 9,65 suara.
6. Partai Keadilan Sosial (PKS), memperoleh 12.781.353 8,42 suara.
7. Partai Demokrat, memperoleh 11.283.160 7,43 suara.
8. Partai Amanat Nasional (PAN), memperoleh 10.984.003 7,23 suara.
9. Partai Persatuan Pembangunan (PPP), memperoleh 5.878.777 3,87 suara.
10. Partai Solidaritas Indonesia (PSI), memperoleh 4.260.169 2,80 suara.
11. Partai Persatuan Indonesia (Perindo), memperoleh 1.955.154 1,28 suara.
12. Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora), memperoleh 1.281.991 0,84 suara.
13. Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), memperoleh 1.094.588 0,72 suara.
14. Partai Buruh, memperoleh 972.910 0,64 suara.
15. Partai Ummat, memperoleh 642.545 0,42 suara.
16. Partai Bulan Bintang (PBB), memperoleh 484.486 0,31 suara.
17. Partai Garda Republik Indonesia (Garuda), memperoleh 406.883 0,26 suara.
18. Partai Kebangkitan Nusantara (PKN), memperoleh 326.800 0,21 suara.


0 comments: